"Men, Oom mau titip buat istri kamu. Tolong disampein, ya.”
la mengatakannya seraya membuka laci, lalu mengambil amplop dari dalam laci itu, dan menyerahkan amplop itu ke tangan saya. Sesaat saya terkesima karena ternyata amplop tersebut adalah amplop bank berisi uang yang tadi saya serahkan kepada beliau untuk membayar utang. "Lho ...?” Belum sempat saya mengatakan apa-apa, beliau memotong:
"Ini bukan buat kamu, kok. Oom titip buat istri kamu. Tolong disampein, ya.” Maka saya pun tidak bisa berbuat apa-apa selain mengulangi lagi ucapan terima kasih.Sebetulnya sudah sejak saya di SMA saya mengagumi Haji Achmad Bakrie. Bahkan juga keluarga Bakrie. Sama sekali bukan karena saya pernah dibiayai sekolah, tapi karena banyak sekali teladan yang saya petik dari kehidupan keluarga itu.Pada saat saya mulai mengenal mereka pada tahun 1961, usaha NV Bakrie & Brothers sudah mulai berkembang sehingga keluarga Bakrie sudah cukup kaya.Pada masa itu orang kaya di negeri ini masih bisa dihitung dengan jari. Haji Achmad Bakrie sudah punya setidaknya tiga mobil: satu sedan Morris, satu Mercedes 180 warna biru yang nomor polisinya saya masih ingat hingga sekarang, yaitu B 7971. Dan, Haji Achmad Bakrie sendiri mengendarai Mercedes 220S, yang masih langka waktu itu.Belakangan, H. Achmad Bakrie bahkan punya sedan sport Mustang, yang setahu saya merupakan Mustang pertama di Indonesia.Meskipun saya berasal dari keluarga tidak mampu, di dalam hati saya punya kebanggaan tersendiri karena pernah menyetir Mustang itu mengantarkan Tante Roos berbelanja ke pasar Mayestik.Bahkan daripada Ical, yang saat Mustang itu datang sedang tidak ada di Jakarta, saya sudah lebih dulu merasakannya. Ha-ha-ha-haaa!Tidak sedikit orang kaya yang gagal mendidik anak-anaknya. Dulu saya juga punya banyak teman lain yang keluarganya kaya, tetapi sekolah mereka tidak beres dan pergaulannya tidak karuan. Tetapi, suami-istri Bakrie termasuk di antara sedikit yang berhasil itu.Cara mereka mendidik anak-anak baik sekali, sehingga anak-anak mereka termasuk bintang di sekolah. Secara duniawi mereka berhasil, urusan akhirat pun ditekuni. Semua mereka bisa mengaji, dan sembahyang lima waktu tidak lepas dari kehidupan mereka sehari-hari.Saya ingat, semasa sekolah dahulu kami senantiasa bersembahyang Jumat bersama di Masjid Agung Al Azhar. Haji Achmad Bakrie pun selalu berusaha menyempatkan diri sembahyang Jumat di sana.Beliau pernah mengatakan kepada saya, dia sengaja melakukan hal itu, artinya pergi shalat Jumat bersama anak-anak, dengan maksud untuk mendidik mereka bahwa salat Jumat itu wajib, sebagaimana shalat lima waktu.Bakrie memang biasa mendidik dengan memberi contoh teladan. Pada dekade 1960-an itu Haji Achmad Bakrie sudah biasa mondar-mandir ke luar negeri. Saya sering ikut mengantar beliau ke lapangan terbang Kemayoran tatkala beliau berangkat, dan ikut menjemput kepulangannya.Sesekali, beliau ke luar negeri mengajak seluruh keluarganya, terutama kalau liburan kenaikan kelas dan nilai rapor anak-anak tinggi.Beberapa tahun yang lalu, saat ngobrol dengan Haji Achmad Bakrie ketika saya berkunjung ke rumahnya di Simpruk pada hari Idul Fitri, Oom Bakrie mengungkapkan bahwa kalau dulu ia sesekali membawa Ical, Odi, Iwan, dan Indra ke luar negeri, tujuannya bukan semata-mata bersenang-senang, apalagi berfoya-foya, melainkan lebih dalam rangka pendidikan.[caption id="attachment_290101" align="aligncenter" width="900"] Suatu kali tahun 1969, Satu Keluarga Mengunjungi Perancis. Dari kiri H. Achmad Bakrie, Indra U. Bakrie, Odi Kusmuljono, Hj. Roosniah Bakrie, Aburizal Bakrie, dan Nirwan D. Bakrie (Foto Dokumentasi Keluarga)[/caption] "Supaya mereka jangan menjadi seperti katak di bawah tempurung. Supaya belajar dari pengalaman bangsa-bangsa yang sudah lebih maju, mencontoh sikap ulet mereka menghadapi persoalan-persoalan hidup, supaya mencontoh cara berpikir modern,” ujar beliau.Selain itu, menurut Bakrie, di luar negeri ia selalu mengajak anak-anaknya ke tempat-tempat bersejarah. "Oom suka membaca sejarah karena banyak hal yang bisa kita peroleh dari sejarah. Kalau kita mau jadi bangsa yang besar, kita harus mendalami sejarah bangsa-bangsa besar.” Begitu pula kalau sesekali beliau mengajak anak-anak pergi makan di Hotel Indonesia, tempat makan kelas elit yang paling top pada masa itu. Katanya, " Supaya anak-anak tahu tata cara makan di tempat resmi, supaya biasa berpakaian bersih dan rapi. Dengan melihat orang sebagai contoh, akan lebih mudah kita belajar.” Di samping sejarah, Haji Achmad Bakrie yang pendidikan formalnya hanya sampai di HIS itu suka mendalami filosofi. Kepada saya, beliau pernah mengatakan,
“Orang yang tidak punya filosofi hidup, sama seperti bangunan tanpa pilar-pilar yang kokoh, sehingga gampang ambruk. Pondasi dan pilar kehidupan kita harus kokoh. Pondasinya itu agama, dan pilarnya filosofi.”
Dan memang, filosofi hidup Haji Achmad Bakrie dalam sekali. Contohnya antara lain “filosofi utang” seperti yang saya ceritakan di atas. Betapa dalamnya filosofi itu: bayar utang tepat waktu, kalau tidak sanggup bayar pakai uang, wajib membayarnya dengan muka!Pengalaman pribadi saya ketika meminjam uang itu pun bukannya tidak mengandung makna filosofi. Pertama, saya yakin pasti beliau mau menguji, apakah saya sebenarnya mau meminta tapi pura-pura bilang meminjam, ataukah memang benar-benar mau meminjam. Beliau ingin menguji kejujuran saya, dan kejujuan itu juga filosofi hidup yang sering diajarkan beliau kepada saya, dan saya yakin tentu juga kepada anak-anak beliau.Kedua, beliau ingin menguji apakah janji saya bisa dipegang. Maka ketika saya betul-betul memenuhi janji dan membayarnya tepat waktu, beliau pun terus-terang menyatakan penghargaannya.Ketiga, beliau memisahkan betul sikap bisnis dan sikap atas dasar kekeluargaan. Sikap zakelijk yang merupakan sikap dasar berbisnis terlihat ketika beliau menerima uang utang yang saya kembalikan lalu memasukkannya ke dalam laci.Kemudian ketika urusan utang-piutang telah selesai, ia memberikan kembali uang tadi kepada saya dengan pesan: " Oom titip buat istri kamu.” Bahkan dengan mengatakan " titip buat istri kamu” itu terasa betul sikapnya yang arif dan bijaksana.Beliau tahu karakter pribadi saya, sehingga tentu memperkirakan saya akan menampik kalau dikatakannya uang itu untuk saya. Tapi, karena dikatakan “titip” untuk istri saya, maka saya pun tidak layak menolak.Haji Achmad Bakrie merupakan pribadi menarik dan berkarakter sangat kuat. Pakaiannya senantiasa necis, penampilan-nya dandy. Matanya sipit dan kulitnya bersih kuning langsat, sehingga orang yang tidak mengenalnya mudah keliru mengira ia keturunan Cina.Tingginya sekitar 162 - 164 sentimeter, tetapi terkesan pendek karena perawakannya agak gemuk. Suaranya besar, berat, dan basah. la suka bergurau dan menikmati kelucuan.[caption id="attachment_290102" align="aligncenter" width="900"]Baca Juga :