Sebelum 2023, hubungan antara dua variabel ini lemah atau hampir tak berhubungan (r=+0,156). Namun memasuki 2023 sampai sekarang, ada hubungan yang sangat negatif antara elektabilitas Anies dengan tingkat kepuasan publik pada kinerja Jokowi (r=-0,984). Semakin tinggi tingkat kepuasan publik pada Jokowi, semakin lemah dukungan publik pada Anies.
Elektabilitas Anies, menurut Saiful, menjadi lebih lemah karena dalam enam bulan terakhir, ada peningkatan kepuasan publik pada kinerja Jokowi, sekitar 80 persen bahkan 82 persen, sementara di 2022 sekitar 70-an persen.
“Evaluasi positif atas kinerja Jokowi memiliki efek negatif pada elektabilitas Anies. Karena itu, positioning Anies dalam hal ini keliru karena tingkat kepuasan publik pada Jokowi mengalami kenaikan,” simpul Guru Besar Ilmu Politik UIN Jakarta tersebut.
Selain itu, tambah Saiful, dalam enam bulan terakhir kampanye tentang perubahan semakin kuat. Kubu pendukung Anies terlihat lebih konfrontatif dengan pemerintah. Nasdem, misalnya, sebagai partai yang mendukung Anies terlihat semakin jauh dengan pemerintah.
Ini semua bisa menciptakan persepsi di mata publik bahwa Anies memang tidak sejalan dengan pemerintah. Sementara umumnya pemilih bersikap positif atau sejalan dengan pemerintah.
“Posisi ekonomi-politiknya (Anies) tidak pas untuk merebut suara para pemilih,” pungkasnya.