Itu artinya, proyek percepatan pembangunan ini tidak berkorelasi efektif, efesien dan relevan dengan kondisi masyarakat pada tataran akar rumput.
“Saya meminta pemerintah mempertimbangkan ulang desain kinerja Badan Pengarah Papua agar tidak jatuh ke dalam kegagalan yang sama di masa lalu. Pemerintah tidak boleh terkesan menyentralisasi persoalan Papua dan meminggirkan suara-suara bising di daerah yang direpresentasikan oleh para wakil rakyat dan perwakilan masyarakat adat yang memperoleh legitimasi politis, sosial dan kultural di mata publik Papua. DPR, DPD dan DPRD serta MRP harus dilibatkan dalam proses percepatan tersebut,” desak Yorrys.
Yorrys khawatir, jika tidak didesain ulang, maka Badan Pengarah Papua bentukan pemerintah akan senantiasa memakai kaca mata kuda dalam memandang situasi Papua.
Karena itu dapat dipahami jika Badan Pengarah Papua tidak juga memasukkan respons atas suasana konflktual sebagai pertimbangan untuk dikelola dengan baik.
Situasi konfliktual dengan pihak-pihak yang dianggap dalang, semisal OPM, TPNPB dan KNPB, tidak lebih sebagai organisasi teroris yang mengancam kedaulatan.
Bukan organisasi-organisasi yang muncul dari keresahan publik Papua, dan karenanya memerlukan pendekatan sosial dan budaya serta kemanusiaan yang bermartabat dan berkeadilan.
Yorrys yang juga Tokoh Papua ini juga memahami bahwa Papua adalah isu strategis dan karenanya Papua memerlukan kebijakan strategis sebagai bagian dari kepentingan nasional.