"Coba saja nanti lihat, pemerintahan yang tidak sungguh-sungguh mengurusi kebudayaan, akan menghadapi banyak problem dalam perjalanan pemerintahannya," paparnya berulang kali dalam berbagai tulisan dan ceramah.
Selain politik, Irsyad Sudiro memang punya perhatian pada dunia kesenian dan kebudayaan. Ia pun membuka rubrik/ halaman kebudayaan di koran HAB dan saya diminta untuk mengisinya, selanjutnya saya diangkat menjadi redaktur di HAB. Tugasnya, termasuk bertanggung jawab atas halaman kebudayaan tersebut.
Pembawaanya dominan sebagai wartawan. Tidak begitu tertarik urusan prosedural dan birokratis. Alhasil 22 tahun saya menjadi wartawan di HAB tanpa pernah mengajukan surat lamaram bekerja.
Irsyad lebih suka "menguji" dengan cara melibatkan anggota redaksinya dalam kegiatan nyata, dalam berbagai kegiatan peliputan di lapangan serta diskusi-diskusi informal.
Masih lekat dalam ingatan hal berkesan selama bekerjasama dengan mendiang. Saya selalu dilibatkan menemani dia tugas deadline di percetakan. Tugasnya menulis berita-berita stoper -- begitu istilahnya masa itu -- untuk mengisi lay out halaman kosong. Itu di luar tugas saya sebenarnya, namun menyenangkan karena itu merupakan pengenalan awal terhadap tugas-tugas redaksional.
Kelak pengalaman itu berguna dan terpakai saat saya memimpin media pers. Hampir setiap malam di malam-malam dead line itu kami berboncengan menyusur jalan Kramat Raya menuju percetakan di daerah Kota dengan skuter miliknya.
Irsyad sosok energik dan kreatif. Panutan kalangan wartawan yunior. Saya banyak menyerap ilmunya. Cara dia mengatur waktu antara aktivitas sehari-harinya yang padat sebagai wartawan, redaktur pelaksana surat kabar harian penting di Indonesia, dengan aktivitas sebagai pengurus ormas MKGR, mengagumkan.