Raja I Gusti Ngurah Denpasar telah berkumpul bersama 250 orang yang terdiri dari keluarga dan para pengikut setia. Puri Denpasar diperintahkan untuk dibakar. Banyaknya nyawa yang tumpas oleh Belanda membuat Raja Badung berhitung cepat.
20 September 1906 pukul 11.00 waktu Bali. Raja dan 250 pengikutnya itu keluar dari Puri Denpasar. Semua membawa keris. Bergerak ke utara melalui pintu gerbang Puri menuju persimpangan jalan Jero Belaluan. Berhadap-hadapan 100 meter dengan pasukan Belanda.
Ini kisah yang paling tragis,Setelah mencapai jarak yang cukup dekat dengan pasukan Belanda, Raja memerintahkan seorang pendeta untuk menusuk dirinya. Tindakan tersebut lalu diikuti oleh seluruh rakyatnya. Mereka saling menikam satu sama lain hingga tewas.[caption id="attachment_244160" align="alignnone" width="673"] Raja Badung dan pengikut setia memilih bunuh diri massal daripada ditangkap dan dijadikan budak oleh Belanda. (Foto: KITLV Leiden)[/caption]Sementara di medan perang rakyat Badung dengan gagah berani merangsek ke barisan militer Belanda. Berlari kencang dengan tombak dan keris menghunus tubuh musuh. Seribu lebih rakyat Badung tewas dalam perang puputan ini.[caption id="attachment_244154" align="alignnone" width="900"]
Dr. H.M. van Weede dalam Indische Reisherinneringgen menyebutkan pakaian perang yang dipakai warga Bali tampak indah dan cemerlang. “Raja dengan para pangeran dengan pengikut-pengikutnya memakai busana yang serba indah, bersenjatakan keris dengan ulu keris yang terbuat dari emas berhias permata-permata yang berkilauan. Semuanya berpakaian dalam wana merah atau hitam. Rambut mereka diatur dengan rapi dan ditaburi minyak wangi. Wanita-wanita berdandan dengan pakaian mereka yang paling indah yang mereka miliki, dan semuanya mengenakan selendang putih.”
Baca Juga :