Sebagai bentuk pengakuan atas kekalahannya, sepasukan buaya itu pun berbalik menjadi pengawal rombongan Joko Tingkir menuju Demak.Dalam tembang macapat Jawa berjudul
Sigra Milir dikisahkan bagaimana Joko Tingkir, pendiri kerajaan Pajang, mengarungi Sungai Tuntang menggunakan rakit.Ada 40 ekor buaya mendampingi perjalanan Joko Tingkir dari hulu ke hilir Bengawan Solo menuju Demak, pusat pemerintahan kala itu.
Artinya ... Mengalirlah segera sang rakit diusung buaya empat puluh ekor, di depan maupun belakang pun di kanan dan kiri, rakit pun berjalan perlahan.
Sigra milir kang gethek sinangga bajulkawan dasa kang njageniing ngarsa miwah ing pungkurtanapi ing kanan keringsang gethek lampahnya alon
Konon, itu hanyalah mitos. Perlambang bahwa perjuangan Joko Tingkir didukung oleh 40 penguasa atau ada juga yang menyebutkan sebagai 40 perompak sungai, namun ada juga yang mengatakan 40 ulama (disimbolkan buaya putih).
Baureksa dan 40 buaya kalah tarung itu mengantarkan Joko Tingkir ke daratan. Dari tepian Kedung Srengenge, rombongan Joko Tingkir berjalan ke arah Desa Butuh. Dari Desa Butuh, mereka menuju Dusun Bulu. Menaklukkan Kerbau GilaBaca Juga :