RUU KUHP, Kodifikasi yang Tak Kunjung Menjadi 'Legacy'

gedung dpr2
gedung dpr2 (Foto : )
1.     Pasal 417 RUU KUHP tentang perzinahan
Berbeda dengan KUHP yang berlaku, RUU KUHP memperluas subjek/ pelaku perzinahan menjadi tidak hanya bagi mereka yang terikat tali perkawinan.“Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda kategori II.”Norma ini dimasukkan juga untuk mengakomodir nilai-nilai yang berkembang di masyarakat Indonesia yang menganut budaya ketimuran, dan norma agama yang melarang perzinahan.Delik ini juga delik aduan absolut, diproses hanya jika ada pengaduan dari suami, istri, orang tua, atau anaknya. Pengaduan juga dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang 2.     Pasal 418 RUU KUHP tentang Kumpul Kebo “Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II”Norma ini dimasukkan untuk mengakomodir nilai-nilai yang berkembang di masyarakat Indonesia yang menganut budaya ketimuran, dan norma agama yang melarang kumpul kebo.Delik ini juga delik aduan absolut, diproses hanya jika ada pengaduan dari suami, istri, orang tua, atau anaknya, atau kepala desa dengan persetujuan suami, istri, orang tuanya. atau anak pelaku kumpul kebo.Menurut penulis, pasal ini justru dapat mencegah persekusi yang sering terjadi di masyarakat kepada pelaku kumpul kebo, karena tegas disebutkan siapa yang berhak mengadukan. Kurang relevan juga jika pasal ini dianggap akan menjadi hantu bagi para turis atau orang asing. Karena jelas yang bisa mengadukan hanya mereka yang disebut di atas.Jika mereka menganut adat kebaratan yang tidak mempermasalahkan kumpul kebo mestinya suami, istri, orang tua atau anak pelaku kumpul kebo tidak akan melakukan pengaduan ke pihak berwajib. Pengaduan juga dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.
3.     Pasal 470 RUU KUHP tentang korban pemerkosaan yang melakukan aborsi “ Setiap Orang yang menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.”Cukup jelas, mereka yang terkena pidana adalah orang yang menggugurkan atau mematikan kandungan, bukan perempuan yang mengandung. Penjelasan pasal 470 tertulis cukup jelas.Sementara pasal 472 ayat (3) RKUHP menyatakan dokter yang melakukan aborsi terhadap korban perkosaan tidak dapat dipidana. Logika hukumnya, jika dokternya yang melakukan aborsi saja tidak dipidana, maka menurut penulis korban perkosaannya juga tidak bisa dipidana. 4.     Pasal 278 RUU KUHP pelihara unggas yang bisa dipidana