INS INA Gaungkan Indonesia Sehat dan Bebas Nyeri Tahun 2030

INS INA Gaungkan Indonesia Sehat dan Bebas Nyeri Tahun 2030 (Foto : Istimewa)

Kemudian Permenkes 2015, jadi tidak ada alasan dimasalah pembiayaan, dia berpedapat, BPJS tidak perlu lagi menanyakan hal ini.

“Artinya sudah clear bahwa kompetensi paint intervention itu adalah ranah 5 koligium, sehingga menurut saya demi kemaslahatan umat maka jadi BPJS sudah harus pasti bisa membayar layanan ini,” sambungnya.

Prof. Henny Suzana Mediani dari Persatuan Perawat Seluruh Indonesia (PPNI) mengungkapkan bahwa secara internasional problem nyeri merupakan masalah yang terus terjadi, baik pada pasien yang memang dirawat di RS dan juga pasien-pasien yang merasakan nyeri seperti nyeri akut, kronis, dan presisten.  

Menurutnya, tugas mengatasi nyeri bukan hanya dari dokter saja, tetapi juga tugas dari perawat sebagai mitra para dokter. Perawat mempunyai moral resposibility untuk mengatasi nyeri, hal ini karena perawat lebih banyak bersama dengan pasien di rumah sakit.

“Artinya perawat harus mengetahui berapa derajat intensitas nyeri yang dialami pasien, perawat juga harus tahu obat yang diberikan dokter seperit apa, efek sampingnya seperti apa,” jelasnya.

Permasalah nyeri, lanjutnya,  sangat mengganggu masyarakat dengan berbagai macam komplikasi dan efek samping dimana dapat mengganggu kualitas hidupnya, fisiknya, psikologinya, bahkan kehidupan sosial masyarakat.

Bahkan bagi pasien yang dirawat di rumah sakit, permasalahan nyeri itu akan makin menambah durasi atau lama waktu perawatan.