Mahaguru Srinthil Hari menggapai pekan, pekan merengkuh bulan, bulan menjemput tahun, tahun pun berlalu memeluk windu. Khusyuk Sri Maemunah bertapa. Akhirnya bertemu Mahaguru Sakti. Nenek Srinthil namanya. Perempuan Jawa nan Mandraguna. Mahaguru aliran ilmu Anggrek Jingga. Pemuja Batara Kala, Sang Penguasa Waktu. Sakit hati Maemunah meruntuhkan empati Sang Mahaguru.
Diajarinya Sang Putri menjadi sakti mandraguna tanpa tanding. Maemunah bulat tekad. Menguasai badan, jiwa dan ruh. Menjadikan dirinya penguasa jagat. Mengguncang ruang dan waktu. Menggetarkan jagat sekala maupun niskala. Menapis siapapun yang menghalangi niatnya. Datuk Panglima Kumbang Tewas Bertahun lepas tahun tiada terasa. Nama Maemunah makin pudar terngiang.
Hanya sebutan yang terdengar. Lampir. Begitulah warga sekitar gunung Marapai menyebutnya dengan penuh ketakutan. Takut karena kini Mahaguru Srinthil punya murid sakti yang sering turun gunung. Kabar pun dipelintir. Teror dikabarkan telah menebar ke pelosok wilayah. Kabar bohong ini terdengar hingga ke pusat Kabupaten Agam. Pamong negeri naik pitam. Perintah menangkap Lampir dilayangkan.
Para panglima diutus ke Bukittinggi. Salah satunya Datuk Panglima Kumbang. Pegunungan Bukit Barisan bergetar. Tepi Ngarai Sianok terjadi pertempuran niskala. Gunung Singgalang dan Gunung Marapi menjadi saksi. Penjelasan baik-baik oleh Maemunah tidak digubris. Perintah negeri harus dituntaskan. Maemunah tidak punya pilihan lain. Habisi! Datuk Panglima Kumbang tewas.
Mak Lampir Dua hari kemudian, Maemunah mendengar kasak-kusuk warga. Datuk Panglima Kumbang juga mencintainya. Mak Lampir bagai disambar petir. Meratapi kematian datuk kekasih hatinya. Dia menghidupkan kembali sang kekasih. Mengikatkan jiwanya pada Ibu Bhumi. Mengikatkan raganya pada Bapa Akhasa.
Mengikatkan ruhnya pada Sang Hyang Ruang dan Waktu. Konsekuensi yang harus ditanggung sangatlah berat. Ilmu pembangkit mayat akan mengubahnya. Wujud cantik akan berubah renta, buruk rupa dan sangat menyeramkan. Cinta Maemunah telah ditetapkan. Konsekuensi diterimanya seraya berharap Datuk Panglima Kumbang tetap mencintainya dan menerimanya dengan tulus. Tiada bertapi. Itulah pengorbanan perempuan untuk kekasihnya.
Namun pengorbanan tulus itu justru tidak dianggap oleh Datuk Panglima Kumbang. Sifat lelaki yang mendamba perempuan cantik rupa membuatnya menepis Maemunah. Segala kenangan tentang cintanya telah musnah. Ketulusan hati Maemunah terhijab buruk wajah. Maemunah bersedih. Mengasingkan diri ke Gunung Marapi.