Salah satu sebabnya, Papua memiliki sumber daya alam begitu kaya tapi sekaligus menjadi daerah tertinggal. “Yang menarik, Srihadi tidak secara eksplisit menggambarkan realitas konteks sosial politik budaya ini, melainkan melalui metafora sungai keemasan (Golden River),” Rikrik Kusmara menjelaskan.
Seri penting lain yang dipamerkan adalah Borobudur di antaranya Borobudur – The Energy of Nature (2017), Borobudur – Moment of Contemplation (2017), Borobudur – Moment of Meditation (2017), dan The Mystical Borobudur (2019). Seri Borobudur menjabarkan perjalanan candi Borobudur di tangan Srihadi dari tahun 1948 hingga kini.
Perjalanan yang bukan tentang perubahan fisik atau visualnya, melainkan bagaimana Srihadi menyuguhkan konsep filosofis dan estetis situs suci tersebut. Melalui sketsa Borobudur yang dibuat pada usia 17 tahun menjadi cikal bakal Srihadi dalam membuat lukisan-lukisan landscape di kemudian hari.
Seperti halnya Borobudur – The Energy of Nature (2017). Lukisan dengan ukuran 160 x 150 cm yang dibuat pada 2017 itu memvisualkan candi Borobudur dengan latar belakang langit jingga berikut purnama tegak lurus dengan stupa utama. Karya enigmatic ini menjadi simbol puncak proses kontemplasi dan spiritualitas tentang kesadaran akan keberadaan diri dalam siklus bumi, bahkan lebih luas lagi, siklus jagat raya.
Secara filosofis, menurut Rikrik Kusmara, Srihadi ingin menekankan aspek human, culture, dan universe/nature. Tentang bagaimana manusia membuat Borobudur, bagaimana manusia berada di alam, serta eksistensi manusia sebagai bagian dari mikrokosmos dan makrokosmos. “Memang hal yang unik jika menelusuri Borobudur, seperti doa keseharian Srihadi untuk kehidupan ini.
Karena itu kehadirannya secara estetis selalu berbeda,” ujar Rikrik Kusmara. Selain itu, ada satu lukisan yang menempatkan Borobudur dalam konteks berbeda, yakni di Mt. Merapi – The Powerful Nature (2018) yang berukuran 200 x 105 cm. Candi ini “hanya” sebagai latar depan yang tak tampak jelas bentuknya selain siluet khasnya, mengantar pandangan pada megah dan mistisnya Gunung Merapi.
Borobudur menjadi kecil di hadapan alam semesta. ‘Zikir’ Srihadi terlihat lagi di Mt. Bromo – The Mystical Earth (2017, 145 x 158 cm). Bromo yang aktif mengeluarkan asap tebal berdampingan dengan Batok yang gunung mati, dilihat dari dekat sekali.
Detail komposisi bentuk dan warnanya menguatkan kesan gemuruh sekaligus kontemplatif sebagaimana Srihadi bekerja dalam ruang kontemplasi. Karya yang terakhir diproduksi di antara karya-karya yang dipamerkan adalah Jakarta Megapolitan – Patung Pembebasan Banjir (2020, 128 x 205 cm), menyorot bencana banjir besar yang menimpa Jakarta dan wilayah sekitarnya pada 1 Januari 2020.