Iffah menceritakan pengalamanya selama bertugas disana, dimana ia mendapatkan hal yang luar biasa, dan sangat bertolak belakang dengan pandangan atau stigma buruk yang sering didengar. Ifah membutikan bahwa hal tersebut tidaklah sepenuhnya benar. Alumni ITB ini berkata bahwa disana anak-anak lebih ramah, semangat giat belajar dan juga periang, yang menyebutnya dengan sapaan “Ibu guru Jawa”.
Saat baru ke Maybrat, ia mendapatkan pengalaman yang luar biasa, dimana ia dikejutkan dengan budi pekerti orang orang sekitar, dan mendapati orang Maybrat yang memiliki hati yang baik, meski mereka lebih sedikit keras. Ia sangat dihormati dan dihargai.
“Masyarakat disana juga menyesuaikan apa yang menjadi kebutuhan saya, salah satunya makan, dimana warga sekitar tepatnya ibu pendamping atau mamah piara saya membeli berbagai perabotan baru untuk makan dan juga meyediakan berbagai makanan halal sesuai dengan kebutuhan saya,” kisahnya.
Dalam hal fasilitas, masalah susah sinyal ternyata tak begitu dirasakannya. Maybrat sendiri memiliki akses dan fasilitas yang sudah cukup memenuhi kebutuhan anak-anak untuk belajar disana.
Mereka bahkan sudah mulai aktif menggunakan sosial media seperti Tiktok, Instaragram sampai dengan bermain Youtubekarena tersedianya komputer dan prasarana lainnya di sekolah.
“Malah saya yang diberitahu tentang beberapa berita atau kabar terbaru dari Jakarta atau belahan dunia lain, yang saya belum tau. Ternyata mereka menonton dari Youtube,” bebernya.
Masyarakat Maybrat sendiri juga memiliki jiwa toleransi yang cukup tinggi, dimana ia membuktikan secara langsung. Sebagai muslim yang harus melakukan shalat, mereka menyediakan fasilitas untuknya beribadah.