Lalu, masih kata Katua, ia juga kasihan dengan Johny, putra bungsunya yang sejak 3-4 tahun terakhir dipercaya memegang klub asal kota Medan itu.
Ketika itu, hantu suap sedang kuat-kuatnya menerpa sepakbola Indonesia. Pardedetex dan JP, berkali-kali diisukan ikut larut di arena hitam itu. Catatan, hingga beberapa tahun setelah pembubaran itu, tak satu bukti pun yang menyatakan Pardedetex dan JP terlibat.
Namun, makian makin lama makin kencang. Orang tak ragu langsung menuding. Hal itu yang akhirnya membuat JP jatuh sakit. Itu juga yang menyebabkan Katua mengambil langkah dramatis.
Selepas wawancara, tepatnya mendengar curhatan Pa Katua, saya dan Bang SP menuju ke tempat JP tinggal. Tapi, meski sudah menunggu lama, JP tak kunjung keluar. Dan, ketika edisi perdana BOLA (3/3/1984) dengan judul Ndang Olo Ahu Dimaki Halak, JP menelpon saya.
Lama tak bertemu, JP tiba kembali ke Jakarta membawa 'klub' barunya Hartap (Harimau Tapanuli). Dengan gagah Hartap menantang Persipura, juara baru Perserikatan, 1993.
"MN, kau lihat nanti klub baruku, " katanya satu siang di Jl. Raden Saleh, di hotel Pardede, di Jakarta Pusat. JP lalu berkisah ingin kembali ke dunia sepakbola, hanya saja ia ingat pesan Katua. Ada keraguan menyelimuti wajahnya, begitu kuat dan begitu dalam.
"Kalau aku sekarang membuat klub Hartap, ini bukan berarti aku telah melawan pesan Katua," katanya saat itu.