Antv –Hampir 300 orang terluka dan sekitar 50 orang tewas dalam kekerasan yang pecah di Chad pada Kamis (20/10/2022) ketika ratusan orang turun ke jalan menuntut transisi yang lebih cepat ke pemerintahan yang demokratis.
Perdana Menteri Saleh Kebzabo mengabarkan jumlah korban tewas pada sebuah konferensi pers. Ia juga mengatakan pemerintah masih mengumpulkan jumlah data korban dari apa yang dia nilai sebagai pemberontakan bersenjata.
Namun kelompok hak asasi manusia mengatakan bahwa warga sipil tak bersenjata juga ikut menjadi korban saat pasukan keamanan secara brutal menindak demonstrasi di ibu kota, N'Djamena, dan beberapa kota lainnya.
Chad terletak di Afrika Tengah diperintah secara militer dan telah berada dalam krisis sejak kematian Presiden Idriss Deby pada April 2021. Presiden Idriss dinilai memerintah dengan tangan besi selama tiga dekade.
Putranya, Mahamat Idriss Deby, merebut kekuasaan segera setelahnya dan awalnya menjanjikan transisi 18 bulan ke pemilihan umum. Tetapi pada 1 Oktober 2022, Ia mengumumkan keputusan pemilihan umum akan mundur 2 tahun.
Oposisi dan kelompok masyarakat sipil menyerukan protes pada hari Kamis, yang akan menandai berakhirnya periode transisi 18 bulan yang awalnya disepakati. Pemerintah memukul pengunjuk rasa dengan alasan keamanan.
Namun para demonstran telah bergerak dari pagi buta, membarikade jalan dan membakar markas partai perdana menteri yang baru.