Tidak mengherankan jika publik menilai penyelenggara rekonstruksi tidak bekerja sesuai dengan perintah Presiden Jokowi yang menghendaki kasus itu dibuka seterang- terangnya. Padahal misi Presiden Jokowi jelas : supaya tidak ada keraguan lagi di dalam masyarakat.
Publik juga kecewa dengan janji Kapolri yang akan tegak lurus menjalankan perintah Presiden. Pengacara keluarga korban pembunuhan, Kamaruddin Simanjuntak bahkan terang-terangan menuduh rekonstruksi itu bagian kelanjutan dari upaya menutup fakta. Seperti yang terjadi di awal kejadian yang membuat citra Polri jatuh merosot.
Pengacara itu bercerita kepada wartawan, dia hadir di TKP sejak pukul 8 pagi. Namun, saat rekonstruksi dimulai pukul 10 pagi dia dan timnya tidak diperkenankan masuk TKP.
Tragedi Manusia
Di awal saya menyebut adegan pelukan Sambo - Putri mengharukan. Memang. Adegan itu menusuk relung hati kita. Entah rekayasa pencitraan atau murni keluar secara spontan.
Terlepas dari sangkaan kejahatan keji terhadap keduanya, perasaan haru kepadanya adalah ekspresi bawah sadar kita dari perasaan empati sesama manusia atas tragedi yang menimpa hidup sejoli itu. Begitulah tragedi manusia bekerja yang bisa menimpa siapa saja. Alhasil adegan berpelukan itulah yang paling berharga dan impresif dari rekonstruksi atau secara keseluruhan dari peristiwa itu.
Dari adegan itu kita mendapat bahan renungan dan peringatan berharga dari tragedi Sambo-Putri ini : manusia harus mampu mengontrol dirinya supaya tidak lepas kendali sampai melakukan perbuatan yang melampaui batas.