Adegan berpelukan itu mengharukan. Menyelip di tengah rekonstruksi pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat 8 Juli lalu di mana keduanya berstatus tersangka utama.
Rekonstruksi disiarkan secara live oleh banyak televisi. Dimulai sejak pagi hingga petang, Selasa (30/8). Meski dilangsungkan pada hari kerja, reka ulang tersebut mendapat perhatian luas masyarakat. Teknologi informasi era digital memungkinkan siapapun dan di manapun dapat menonton reka ulang peristiwa tersebut.
Tetapi rekonstruksi secara terbuka kemarin memang tidak sepenuhnya memenuhi rasa ingin tahu masyarakat secara mendalam.
Liputannya dimonopoli oleh kamera Polri. Yang kita saksikan di layar televisi maupun di layar ponsel adalah hasil relay dari kamera Polri itu.
Liputan itu sering menutup bagian penting. Kita tidak dapat mendengar percakapan para pelaku dan petugas di lokasi acara reka ulang dilakukan.
Masyarakat dipersilahkan mereka - reka dan mencocokkan sendiri gambaran visual dari sekitar 78 adegan yang direkonstruksi dari tiga tempat. Yaitu: Magelang, rumah dinas tersangka Saguling, dan rumah dinas Irjen Pol Ferdy Sambo di Duren Tiga. Yang menjadi tempat kejadian perkara penembakan Brigadir Yosua hingga ajudan Kadiv Propam Polri berusia 28 tahun itu tewas dengan lima luka tembakan.
Alhasil apa yang disuguhkan dalam rekonstruksi kemarin memang jauh dari gambaran yang sudah terlanjur mengendap di benak publik sebelumnya. Gambaran yang selama ini dipasok dari keterangan Kapolri sendiri, termasuk soal motif perbuatan asusila. Serta laporan- laporan investigasi media pers dan hiruk pikuk konten - konten Netizen. Rekonstruksi bisu itu tidak bisa menggambarkan alasan yang kuat mengapa pembunuhan harus terjadi sehingga Ferdy Sambo - Putri serta tiga tersangka lainnya, dan 97 anggota Polri sampai harus ditindak.