Reservoir Siranda, Tandon Pemicu Perang Rakyat Semarang Lawan Jepang 1945

Reservoir Siranda, Tandon Pemicu Perang Rakyat Semarang Lawan Jepang 1945
Reservoir Siranda, Tandon Pemicu Perang Rakyat Semarang Lawan Jepang 1945 (Foto : )
Reservoir Siranda. Begitu nama sebuah bangunan tua di tepi Jalan Diponegoro, Semarang. Sumber air bersih untuk masyarakat Semarang ini pernah hendak diracuni oleh tentara Jepang tahun 1945. Karena inilah perang habis-habisan meletus antara rakyat Semarang dengan tentara Jepang.
Tandon tua ini tidak begitu mencolok dilihat dari jalan kecuali gerbang depannya yang kelihatan besar. Begitu masuk, ada gundukan beton yang bagian atasnya tertutup rumput tebal. Bangunan semen yang nampak hanyalah tetenger atau penanda berbentuk setengah gapura.Seperti namanya, reservoir, ini adalah tandon atau tempat penampung air berukuran besar. Dibangun di atas bukit oleh Belanda saat berkuasa di Semarang. Dulu, Belanda menyebutnya waterleiding yang artinya saluran air. Pembangunannya berlangsung selama 11 tahun dari 1912 sampai 1923. Itu jelas tertera di beton reservoir yang bertuliskan 1923.[caption id="attachment_361093" align="alignnone" width="900"] Reservoir Siranda, Tandon Pemicu Perang Rakyat Semarang Lawan Jepang 1945 Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]Luasnya 2.500 meter persegi. Fungsinya untuk menampung air minum yang nantinya disalurkan ke pusat pemukiman dan fasilitas lainnya di Semarang bagian bawah.Yongki Tio, pengamat sejarah Kota Semarang menuturkan, reservoir Siranda itu semacam penampung besar. Sumber airnya sendiri dari sumber di daerah Pudakpayung dan Ungaran, sebuah wilayah di Semarang bagian atas."Sebenarnya ada dua reservoir, yang satu di daerah Siranda ini, dan yang satu lagi ada di daerah Tanah Putih. Dulu dari penampungan ini air kemudian disalurkan untuk kepentingan air minum orang Belanda dan penduduk lainnya di pusat kota," jelasnya.Bagi orang Semarang, Reservoir Siranda sudah menjadi bagian sejarah. Tempat ini menjadi saksi bisu perjuangan rakyat Semarang saat melawan tentara Jepang, dan memunculkan kisah heroik seorang dokter yang namanya diabadikan menjadi nama rumah sakit terbesar di Jawa Tengah."Namanya Kariadi, ia dokter yang menjadi kepala laboratorium Rumah Sakit Purusara Semarang pada tahun 1945," cerita Yongki Tio.Saat itu, Yongki melanjutkan, di bulan Oktober 1945, saat Jepang sudah tertekan setelah kalah dalam Perang Dunia II. Dengan sisa kekuatan Jepang tetap mencoba melawan pribumi yang sudah memproklamirkan kemerdekaan dan berupaya mempertahankannya.[caption id="attachment_361099" align="alignnone" width="900"]
Reservoir Siranda, Tandon Pemicu Perang Rakyat Semarang Lawan Jepang 1945 Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]Ada kabar, tentara Jepang melakukan siasat untuk meracuni rakyat Semarang. Caranya dengan menuangkan bahan kimia beracun di Reservoir Siranda."Jadi, dokter Kariadi juga menerima kabar itu saat melakukan rapat dengan para pejuang di sebuah ruangan rumah sakit. Ia yang ahli soal ini, terpanggil untuk menyelamatkan rakyat Semarang. Meski saat itu coba dicegah oleh pemuda lainnya, bahkan istrinya. Namun tekadnya bulat. Bersama sopir ia mencoba naik ke arah reservoir tersebut. Tujuannya, meneliti apakah airnya sudah diracun Jepang atau belum," tutur Yongki Tio.Namun, Dokter Kariadi dan rombongan dicegat tentara Jepang saat perjalanan menuju reservoir. Ia ditembak. Para pemuda sempat membawanya ke rumah sakit. Namun karena luka tembaknya parah, ia pun gugur.[caption id="attachment_361095" align="alignnone" width="900"] Reservoir Siranda, Tandon Pemicu Perang Rakyat Semarang Lawan Jepang 1945