RN terus berupaya mencari jalan agar bisa melunasi utangnya kepada HEN. Ada teman RN yang bersedia menalangi Rp 4 miliar. Sayangnya, utang RN waktu itu sudah berbunga menjadi Rp 5,5 miliar.
"Dari situ saya seperti dipersulit untuk membayar utang. Kesannya HEN memang mengincar sertifikat rumah saya," imbuh RN.
Pada suatu ketika, RN didatangi oleh sejumlah orang dari pihak HEN termasuk notaris. Mereka meminta RN menandatangani sejumlah dokumen dengan dalih formalitas. Merasa di bawah tekanan hingga tak dapat berpikir jernih, RN membubuhkan tanda tangannya.
"Tiba-tiba saja saya dikabarkan oleh HEN bahwa sertifikat rumah saya telah dibalik nama. Saya kaget dong, saya stres. Apalagi saya diminta mengosongkan rumah padahal tidak ada perintah eksekusi dari pengadilan," jelas RN.
RN dan korban lainnya tidak berani melaporkan kasusnya kepada aparat penegak hukum. Selain karena kesulitan ekonomi, HEN diduga terafiliasi dengan seorang pejabat di lingkungan istana.
"Istrinya pejabat istana, orang hukum. Kakak iparnya Jenderal. Adik iparnya juga dari keluarga pengusaha otomotif ternama di Indonesia," ucap RN.