Antv –Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan peradilan yakni Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Namun, diluar kedua badan peradilan tersebut diakui pula pranata lain yang dapat berperan sebagai alternatif pemutus sebuah sengketa. Hal ini dikenal dengan arbitrase.
Menurut Muhamad Kadafi seorang Lawyers muda yang bergelut dibidang hukum di Jakarta, Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa di luar peradilan umum yang didasarkan atas perjanjian tertulis dari pihak yang bersengketa.
Tetapi tidak semua sengketa dapat diselesaikan melalui arbitrase, melainkan hanya sengketa mengenai hak yang menurut hukum dikuasai sepenuhnya oleh para pihak yang bersengketa atas dasar kata sepakat mereka.
Salah satu kelebihan arbitrase dibanding pengadilan adalah sifat kerahasiannya karena keputusannya tidak dipublikasikan. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase lebih diminati daripada litigasi, terutama untuk kontrak bisnis bersifat internasional yang biasanya menggunakan perjanjian arbitrase.
Perjanjian arbitrase adalah kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.
Pertanyaannya jika telah ada klausula arbitrase dalam perjanjian apakah Pengadilan Negeri masih berwenang untuk mengadili perkara yang timbul?
Hal ini terjawab melalui Pasal 11 UU No. 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa yang menyatakan bahwa adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri.