Surat balasan ketua PN Jakarta Pusat, M Damis tertanggal 20 Januari 2021 berisi balasan dan alasan dimana ketua PN Jakarta Pusat menjelaskan mengapa PKPU Asuransi Jiwa Kresna dikabulkan majelis hakim pada tanggal 10 Desember 2020.
Alasan tertera di surat tersebut adalah OJK dianggap lalai dimana seharusnya OJK membalas surat dari Benny Wulur dan rekan dalam waktu 10 hari sebagaimana tertera dalam pasal 53 UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.Tertera apabila dalam 10 hari tidak ada jawaban dari OJK maka permohonan haruslah di anggap dikabulkan. Di sini OJK memang lalai karena tidak menjawab surat tersebut tepat waktu, mungkin karena OJK sibuk dan WFH.Kepada awak media, Advokat Alvin Lim, SH, MSc, CFP menjelaskan, meskipunOJK tidak menjawab permohonan dari pemohon suatu keputusan dan/tindakan badan atau pejabat pemerintahan (OJK) dalam 10 hari kerja, tidak lantas memberikan hak kepada pemohon untuk mengajukan permohonan PKPU ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.Alasannya adalah, masih ada satu tahap lagi yang harus dilakukan pemohon yaitu memperoleh putusan penerimaan permohonannya ke Pengadilan sebagaimana tertera dalam pasal 53 ayat 4 UU Administrasi Pemerintahan, dimana M Damis selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Majelis Hakim yang memutus perkara PKPU Asuransi Jiwa Kresna seharusnya tahu isi undang-undang.Pengadilan yang dimaksud dalam Pasal 54 ayat 4 UU Administrasi Pemerintahan mengacu pada pasal 1 angka 18 UU Administrasi Pemerintahan yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN. Jadi Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat jangan menafsirkan UU hanya per ayat saja, namun harus dilakukan keseluruhan karena ayat berikutnya menjelaskan langkah apa yang seharusnya dilakukan Benny Wulur, SH yang mewakili klien bernama Lukman Wibowo, sebelum mengajukan Permohonan PKPU, yaitu Pemohon Benny Wullur, SH seharusnya mengajukan permohonan ke PTUN untuk mendapatkan putusan permohonannya.Sehingga dengan tidak dilakukannya tahapan yang tertera dalam pasal 54 ayat 4 UU Administrasi Negara oleh Pemohon Benny Wulur, SH kuasa dari Lukman Wibowo maka Putusan PKPU Terhadap Asuransi Jiwa Kresna menjadi cacat hukum karena pemohon belum memiliki legal standing untuk mengugat berdasarkan pasal 54 ayat 4 UU Administrasi Negara.Advokat Alvin Lim, SH, MSc, CFP menyayangkan bahwa dalam surat OJK Nomor: S-2/MS.61/2021 kepada Ketua PN Jakarta Pusat tertanggal 11 Januari 2021. Kepala Divisi Hukum tidak menyampaikan 1 hal krusial dimana Putusan PKPU Asuransi Jiwa Kresna adalah inkonstitusional atau cacat hukum karena Pemohon PKPU tidak melakukan apa yang diamanahkan dalam pasal 54 ayat 4 UU Administrasi Pemerintahan yaitu memperoleh putusan atas permohonan dari Pengadilan Tata Usaha Negara yang membuat tiadanya legal standing pemohon PKPU. Langkah OJK sudah bagus dan benar dengan mengirimkan surat ke Ketua PN Jakarta Pusat tembusan ke Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial.“Komisi Yudisial semestinya memeriksa Jajaran Majelis Hakim yang memutus PKPU ini, ada apa gerangan sehingga Majelis Hakim mengabaikan pasal 54 ayat 4 dengan mengabulkan PKPU tanpa adanya putusan PTUN padahal jelas tertera dan merupakan perintah undang-undang sehingga legal standing si Pemohon menjadi cacat hukum. Para majelis hakim tersebut dapat dikenakan pasal 421 KUH Pidana mengenai Penyalahgunaan wewenang dengan ancaman pidana 2 tahun 8 bulan apabila terbukti sengaja. Ataukah memang Majelis Hakim Pemutus PKPU Asuransi Jiwa Kresna belum paham atau tidak mengerti UU Administrasi Pemerintahan? Apapun itu, hanya 1 dampak yang pasti yaitu Pemegang Polis Asuransi Jiwa Kresna yang paling dirugikan dalam "Sidang Sesat" PKPU Kresna ini. Kenapa sesat? Katena diduga melanggar pasal 54 ayat 4 UU Administrasi Pemerintahan dengan mengabulkan pemohon yang belum ada legal standingnya,” ujar Advokat Alvin Lim dari LQ Indonesia Lawfirm.
Ketika ditanya sebaiknya langkah apa yang dilakukan OJK? Advokat Alvin Lim, SH, MSc, CFP mengatakan sebaiknya OJK membuat aduan Komisi Yudisial untuk memeriksa majelis hakim yang memutus perkara, dan melakukan langkah penyidikan terhadap Direksi dan owner Asuransi Jiwa Kresna atas pelanggaran yang dilakukan Kresna dan segera mengeluarkan Laporan Keuangan Kresna agar bisa di lihat masyarakat.“OJK punya wewenang penyidikan namun kenapa terlihat lemah, bagaikan "macan ompong"? Apalagi Presiden Jokowi sudah mengingatkan OJK untuk unjuk gigi, kenapa sekarang malah giginya ompong terhadap Kresna? Lalu nantinya setelah putusan Akhir Sidang PKPU, OJK selayaknya mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung setelah putusan PKPU incracth dalam waktu 30 hari setelah 7 hari lewat putusan PKPU, untuk menolak sidang PKPU dengan alasan tidak adanya legal standing pemohon yang membuat dikabilkannya sidang PKPU ini menjadi cacat Formil/inkonstitusional dimana pengajuan Peninjaun kembali mengunakan alasan Kekhilafan hakim di peradilan tingkat pertama dalam membuat keputusan. Dengan mengajukan Peninjauan Kembali ke MA, maka OJK baru bisa dianggap serius dalam melakukan langkah hukum guna menegakkan Keadilan dan kewenangan OJK karena apabila tidak akan menjadi Yurisprudensi untuk di PKPU kan semua asuransi lokal yang telat atau gagal bayar sehingga merugikan seluruh oemegang polis dan maayarakat,” bebernya.
Baca Juga :