2. AstraZeneca AstraZeneca merupakan perusahaan farmasi yang merupakan hasil merger dari perusahaan Swedia Astra AB dan perusahaan Britania Zeneca Group PLC. Meskipun kantornya berada di London, Inggris, namun untuk penelitian dan pengembangannya berada di Swedia.Belum lama ini, AstraZeneca mengumumkan hasil uji coba terhadap vaksin COVID-19 yang mereka kembangkan. Dari hasil uji coba itu diketahui, efektivitas calon vaksin tersebut mencapai rata-rata 70 persen dalam mencegah COVID-19.Data tersebut berdasarkan pada rata-rata dua jadwal pemberian dosis berbeda yang diuji sebagai bagian dari uji coba di Inggris dan Brasil. Vaksin tersebut menunjukkan efektivitas 90 persen dalam satu rejimen dosis, ketika vaksin diberikan kepada 2.741 orang sebagai setengah dosis, diikuti dengan dosis penuh setidaknya sebulan kemudian.Dan hasil efektivitas sebesar 62 persen dalam rejimen kedua, ketika dua dosis penuh diberikan kepada 8.895 orang setidaknya dengan jarak sebulan.Keunggulan vaksin AstraZeneca dibanding calon vaksin lainnya adalah soal pendistribusiannya. Vaksin AstraZeneca dapat didistribusikan dan diberikan dalam sistem perawatan kesehatan yang ada, karena dapat disimpan, diangkut dan ditangani dalam kondisi pendingin normal yakni dari 2-8 derajat Celcius, selama setidaknya enam bulan.Selain itu, vaksin ini juga diklaim lebih murah daripada vaksin virus corona saingan dari Pfizer dan Moderna.
3. Sinopharm
China National Pharmaceutical Group Corp yang dikenal sebagai Sinopharm merupakan perusahaan farmasi milik pemerintah China belum lama ini mengklaim hampir 1 juta orang telah diinjeksi vaksin virus corona buatannya dalam rangkaian uji coba klinis.Meskipun belum dibeberkan hasil spesifik dari uji coba klinis yang membuktikan kemanjuran vaksin COVID-19 buatannya itu, tapi Sinopharm mengklaim belum ada laporan darurat dari hampir 1 juta orang yang disuntikkan vaksin Sinopharm, kecuali hanya gejala ringan.Pada Agustus lalu, perusahaan Sinopharm milik China ini mengumumkan penggunaan metode inactivated vaccsine dalam pengembangan vaksin COVID-19. Perusahaan ini melalui unit CNBG-nya, diketahui memiliki dua kandidat vaksin yang tidak aktif dari lembaga penelitian biologi di Beijing dan Wuhan. Mereka memasuki pengujian fase 1/2 pada April dan menyampaikan hasil awal pada Juni.Menurut data sementara fase 2 yang baru-baru ini diterbitkan di JAMA, suntikan Wuhan, dengan dosis sedang, memicu antibodi penetral pada titer rata-rata geometris 121 ketika dua dosis diberikan dengan selang waktu 14 hari, dan 247 saat diberikan dengan selang waktu 21 hari.“Titer antibodi mulai meningkat setelah injeksi kedua dan selanjutnya meningkat setelah injeksi ketiga, menunjukkan perlunya injeksi booster,” tulis para peneliti dalam penelitian tersebut.Dari rilis yang diterima
VIVA dari Kementerian Kemaritimam dan Investasi, diketahui sudah masuk pada tahap akhir uji klinis tahap ke-3 dan dalam proses mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA) di sejumlah negara. melakukan uji klinis tahap ke-3 di Tiongkok, Uni Emirat Arab (UEA), Peru, Moroko dan Argentina.