Pesan Pak Jakob, Kompas dan Providentia Dei

Pesan Pak Jakob, Kompas dan Providentia Dei
Pesan Pak Jakob, Kompas dan Providentia Dei (Foto : )

Lewat providentia Dei itulah Kompas dilahirkan untuk menjadi tempat bagi para wartawan yang memiliki semangat compassion,  memahami perasaan, bersimpati sekaligus memberi empati; yang tidak bersikap arrive; yang mau menjunjung tingginilai-nilai manusia dan kemanusiaan; yang berpihak pada kejujuran; yang menyuarakan yang tak mampu bersuara dan membela yang papa. Kompas juga dilahirkan untuk ikut serta menyediakan infrastruktur kebudayaan, tempat suatu masyarakat majemuk Indonesia berwacana serta bergumul mencari alternatif menuju ke arah pembaharuan bangsa.

Di dalam Kompas sebagai Indonesia mini, kata Pak Jakob, harus terbangun sebuah kebersamaan, toleransi atas dasar kemanusiaan, kemanusiaan yang beriman. humanisme transendental. Karena itu, suatu hal yang selalu ditekankan kepada seluruh “anak-anaknya” di kantor, to be religious today is to be inter-religious.

Suasana seperti itulah yang kemudian bertumbuh dan berkembang di Kompas. Ada suatu suasana, kondisi yang berbeda bisa saling menghargai, bahkan saling memperkaya menjadi sebuah keunikan yang mungkin tidak ditemukan di tempat lain. Setiap bulan Puasa, misalnya, para wartawan Kompas setiap hari mengadakan buka puasa bersama di kantor, selama sebulan penuh.

Tentu bukan karena kebetulan semata bahwa suasana penuh persaudaraan, penuh toleransi, penuh kebersamaan, itu terbangun. Bahwa suasana seperti itu diinginkan semua wartawan dan karyawan Kompas, sudah pasti. Ada usaha untuk mewujudkan suasana seperti itu. Ya, sudah pasti. Bahkan harus! Semua harus berusaha mewujudkan apa yang dicita-citakan para founding fathers.

Tetapi, Pak Jakob selalu menekankan perlunya percaya pada providentia Dei. Kata Pak Jakob, itu jauh lebih baik dan jauh lebih sempurna dalam perjalanan hidup kita, karir-pekerjaan-profesi kita, keluarga kita bahkan dalam perjalanan bangsa.

Kini, providentia Dei itu diterima Pak Jakob. Ia telah kembali ke “Yang mengutusnya.” Dalam terang iman kristiani, kematian menjadi peristiwa penyerahan penuh dan utuh kepada Allah. Kata Rasul Paulus ”Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya.”

Sugeng tindak, Pak Jakob.