Inilah daftar nama peserta Karaben Sape 2014. “Ide pertarungan ini darimana?” “Kiai Ahmad Baidawi atau Pangeran Katandur. Beliau adalah seorang ulama Sumenep.” “Bagaimana ceritanya?” “Sebentar … Ini kita lagi ngomongi Keraban loh, Mbah.”
“Keraban?” “Iya, Keraban Sape. Itu yang tadi dibaca adalah daftar nama-nama sapi. Banyak manusia bilang Karapan atau Kerapan, sama saja. Keraban itu intinya ya balapan sapi yang dikendarai joki menggunakan kaleles, Mbah.”
Kerapan Sapi Tradisional Semadura memperebutkan piala bergilir Presiden RI tahun 2014 Kata Keraban sejatinya berasal dari kata Kerap atau Kirap yang artinya berangkat dan dilepas bersama-sama atau berbondong-bondong.
Nah, saat itulah mereka pada iseng kebut-kebutan memacu sapi. Bulan berganti tahun, jadilah tradisi unik yang dilombakan. “Wooo ... Lhadalah! Dasar manuk!” Keduanya tertawa terbahak. Es teh setengah manis mereka sruput.
Mbah Sastro makin penasaran pada cerita Bulbul. Rokok lintingan tembakau Wonosobo campur klembak dan kemenyan dihisapnya dalam-dalam. Asap pekat mengepul dari mulutnya seperti di film Pengkhianatan G30S/PKI besutan Arifin C Noer.
Sssttt … kabarnya, film ini akan dibikin ulang dan disesuaikan untuk generasi milenial loh … Syiar Islam dan Keraban Sape “Bagaimana awal mula pertarungan itu?” tanya Mbah Sastro “Begini …” Bulbul menarik napas panjang. Nampak memeras ingatannya, mundur jauh ke abad 15 Masehi.
Ini gagasan Kiai Ahmad Baidawi diutus Sunan Kudus berdakwah di Madura pada sekitar abad ke-15 M. Kiai ini hanya dibekali dua buah jenggel jagung (tongkol jagung). Di Sepudi, Sumenep, beliau mengajari cara bercocok tanam jagung kepada masyarakat.