Rusak, Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Tak Kunjung Diperbaiki

Rusak, Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Tak Kunjung Diperbaiki
Rusak, Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Tak Kunjung Diperbaiki (Foto : )
dhawuh
(perintah) Sinuhun Paku Buwono XII, putra tertua dari selir manapun, yang berhak diangkat menjadi Raja.Hangabehi, putra tertua dari selir ketiga dinobatkan sebagai Raja dengan gelar KGPH Hangabehi oleh lembaga adat.sejak adanya raja kembar itulah, konflik keluarga Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat terjadi hingga berlangsung sampai sekarang. Meskipun kini, konflik sudah bergeser kepentingan dari kubu yang berseteru.Perseteruan ‘ Raja Kembar ’ di Surakarta tahun 2012, pernah diupayakan rekonsiliasi oleh Walikota Solo, saat itu dijabat Joko Widodo (Jokowi) dan anggota DPR Mooryati Soedibyo di Jakarta. Hasilnya, kedua kubu sepakat berdamai dan menandatangani akta rekonsiliasi.[caption id="attachment_193385" align="alignnone" width="300"]
Rusak, Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Tak Kunjung Diperbaiki Salah satu sisi dinding Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang rusak.[/caption]Hangabehi, putra tertua Paku Buwono XII tetap menjadi Raja. Sementara Tedjowulan, diangkat menjadi Mahapatih dengan gelar KGPH (Kanjeng Gusti Pangeran Haryo) Panembahan Agung.Kendati sudah dilakukan rekonsiliasi, tak lantas membuat perselisihan di keraton selesai karena selama 3 tahun menjadi Raja, Hangabehi dianggap melakukan sejumlah pelanggaran berat mencoreng nama keraton, berupa tidak pernah menjalankan atau mengikuti upacara adat, mengangkat pemberontak menjadi pejabat dan melakukan tindak asusila, sehingga lembaga adat keraton yang dikuasai para adik-adik raja,  memberhentikan Sang Raja. Sebagai gantinya, mengangkat GPH Puger sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Raja.Meski telah dipecat, Hangabehi tetap tak bergeming, tak mau melepaskan jabatannya sebagai Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.Lalu bersama Tedjowulan dan kerabat lainnya seperti GPH Suryo Wicaksono, GPH Benowo dan GPH Dipokusumo, Hangabehi yang tersingkir dari keraton dan menempati Sasana Narendra, menggalang kekuatan untuk melawan Lembaga Dewan Adat yang menguasai keraton.Praktis selama perpecahan itu, Hangabehi yang sudah bersatu dengan Tedjowulan, tak bisa bertahta di Sasana Sewaka. Dia juga selama bertahun-tahun tak bisa mengikuti upacara adat keraton seperti Kirab 1 Suro dan Tingalan Dalem Jumenengan atau upacara Peringatan Naik Tahta.Lembaga Dewan Adat yang didukung oleh GKR Wandansari, GKRAY Koes Moertiyah, GKR Retno Dumilah, GKR Indriyah dan GKR Timur Rumbai Kusumadewayanti (putri Paku Buwono XIII) dan lainnya, melarang raja dan pendukungnya memasuki keraton. Sejumlah akses Raja menuju Gedung Utama Keraton dikunci dan ditutup dengan pagar pembatas.Menjelang ulang tahun ke 13 naik tahta Paku Buwono XIII, suasana keraton kembali memanas. Di satu sisi, kubu Lembaga Dewan Adat yang dikomandani oleh GKR Wandansari ingin tetap menjalankan upacara adat Jumenengan, mesti tanpa kehadiran Raja. Sedangkan kubu lainnya, Paku Buwono XIII Hangabehi ingin melaksanakan ulang tahun naik tahta atau Tingalan Jumenengan di Sasana Sewaka tempat singgasana raja.Upaya perdamaian untuk mempersatukan kedua kubu masih sulit dilakukan. Utusan Presiden Jokowi yakni Walikota Solo FX Hadi Rudyatmo dan anggota Dewan Pertimbangan Presiden Jenderal (Purn) Subagyo HS, masih melakukan upaya rekonsiliasi. Namun upaya kedua utusan tersebut, baru pada tataran menampung aspirasi kedua kubu.Saat ini, kubu Raja mengklaim sudah memegang surat perdamaian yang disetujui bersama. Namun demikian sampai sekarang, belum terlihat upaya bersatu antara kedua kubu. Masing-masing masih terus melakukan kegiatan tradisi keraton. Masih terjadinya konflik ini, pemerintah kesulitan untuk mngucurkan dana yang diperuntukkan untuk pelaksanaan tradisi maupun perbaikan keraton yang rusak. (Effendy Rois | Solo)