Catatan Sepak Bola M.Nigara : Timnas Indonesia Kalah Dari Jepang, Bukan Kiamat

Timnas Indonesia (Foto : IG : antarafotocom)

Saya termasuk pengamat yang ingin STY dipertahankan. Sejak PSSI lahir, 19 April 1930, belum sekalipun kita bisa ikut Piala Asia di tiga level. Saat ini, tim nas U17, U20, dan Senior sudah lolos ke pesta sepakbola Asia itu. Catatan: Tahun 1961, timnas yunior kita sempat meraih tiket juara bersama Burma (Myanmar, sekarang). Saat itu, kelompok umur hanya ada dua senior dan yumior.

Tapi, saat ini, saya mulai goyah. Namun tidak otomatis mengatakan STY _out_, tidak. Mempertahankan atau mengganti STY, mutlak hak PSSI. Saya sebagai wartawan hanya sebatas mbuat evaluasi. Jujur pula, ini sangat penting. Dan, harus didasari dengan perhitungan yang cermat. Bukan didasari dengan kebencian. Suka atau tidak, STY dan tim, sudah menghasilkan sesuatu yang belum pernah dicapai oleh PSSI sebelum ini. Bahwa STY khususnya dan tim pada umumnya masih memiliki kekurangan, itu dasar dan basis evaluasi saya.

Pertama, hingga saat ini STY dan tim belum berhasil menemukan pemain yang memiliki naluri dan kemampuan mencetak gol. Kalau pun selama ini tim mampu mencetak gol, menurut hemat saya, sporadis saja. Rafael Struick dan Ragnar Oratmangoen, bukan pemain yang masuk dalam kategori itu.

Jadi, jila pemain yang seperti itu belum juga ditemukan, maka kesulitan demi kesulitan akan terus dihadapi. Kedua, lebih dari 70 persen, awak tim nas kita berasal dari Eropa, khususnya warga keturunan yang lahir dan besar di negeri Kincir Angin. Pemain-pemain itu juga berkarya di negeri yang sempat menjajah kita. Mereka semuanya di pilih oleh STY dan disetujui oleh PSSI. Secara teori, pasti ada _gap_ di sana. satu di antaranya kebudayaan dan kebiasaan yang jauh berbeda. Apalagi STY punya kendala bahasa. Artinya, banyak soalan yang disampaikan, terpaksa melewati jalan memutar.

Dengan begitu, sangat sulit STY memberi motivasi khusus untuk para pemain. Jadi, kita tak punya pilihan lain kecuali mencari dengan sungguh-sungguh bomber-bomber yang mampu membuat gol dan haus gol. Dulu kita punya Sutjipto Suntoro, Syamsul Arifin, Bambang Nurdiansyah, dan Ricky Yakob. Meski capaian tim nas kita hanya di situ, tidak mampu meraih gelar resmi di tingkat Asia, kelas keempatnya sebagai bomber, sungguh sangat tinggi. Begitu juga soal komunikasi dan motivasi khusus pada para pemain, PSSI perlu memikirkan mencari pendamping STY dari Belanda.

Dua langkah itu in syaa Allah akanembuat tim nas kita sungguh-sungguh beda. Tanpa keduanya, saya mulai khawatir akan perjalanan tim kita ke Piapa Dunia 2026. Sekali lagi, betul kita kalah telak 4-0 dari Jepang. Betul kita marah dan kecewa. Tapi, dunia belum 'kiamat'. Harapan di laga, Selasa 19/11/2024 vs Arab Saudi masih tetap terbuka. Tetap yakin dan tetap semangat!