Ya, apa lagi jika bukan persoalan pemain naturalisasi. Maklum, meski saat ini para pemain nasional kita telah resmi menjadi warga negara Indonesia, tapi, tetap saja ada yang masih mempersoalkanya.
Mereka tetap menggap naturalisasi itu bukan jalan untuk meraih prestasi. Bahkan naturalisasi dianggap menjadi alat 'pembunuh' bagi pemain-pemain lokal. Lebih jauh lagi, mereka yang membenci PSSI meraih prestasi, meminta agar kompetisi Liga-1 dihentikan saja karena muara di tim nasional telah tertutup.
Jadi, di tiga _event_ sepakbola yang saat ini sedang _on fire_, mata kita, khususnya mata mereka yang anti naturalisasi, telah dibuka lebar-lebar dengan fakta ini.
Jerman
Jamal Musiala, gelandang menyerang, lahir, 26 Februari 2003. Ayahnya berdarah Yoruba, Nigeria-Togo, berkebangsaan Inggris. Ibunya Jerman keturunan Polandia. Kulitnya meski tidak terlampau hitam, tapi kental betul Afrikanya. Musiala melewati masa kecil di Inggris. Ia masuk dan lulus dari Akademi Sepakbola Chelsea. Ia juga pernah bermimpi ingin membela _the Three Lions_ sebelum akhirnya pindah ke Jerman.
Sebelumnya, Musiala sempat memperkuat tim nasional Inggris untuk kelompok umur sebelum akhirnya bebar-benar berikrar untuk membela Jerman. Di samping itu, federasi sepakbola Nigeria juga pernah memanggilnya untuk bergabung, tapi ia menolaknya.
Musiala mulai masuk dalam radar KNVB sejak 2020. Usianya baru 18 ketika ia dipanggil untuk memperkuat _Panzer_, timnas Jerman di Piala Eropa senior. Puncaknya ia ikut tampil di Piala Dunia 2022 di Qatar. Musiala menjadi anak muda pertama (19 tahun 270 hari/ wikipedia) yang main di putaran final pesta bola sejagad.