Di awal awal masa pandemi Hardi rajin mengirimi saya video sedang berolahraga di depan rumahnya dengan jurus- jurus silat perguruan Bangau Putih.
Begitu tiba di rumahnya, saya menjabat tangannya. Hardi menyambut. Namun saat saya menyapa dengan menyebut nama ia nampak kesulitan mengenali.
Oriana membantu, mengulang menyebutkan nama saya. Munadi juga ikut menjelaskan, namun tak berhasil. Hardi hanya merespons dengan senyum. Munadi sendiri pun tidak dia kenali.
"Ingatannya memang masih on and off, Om," kata Oriana.
Menurut Oriana, Papanya mengalami problem pada daya ingat akibat radang meningitis yang menjangkiti empat bulan lalu. Radang meningitis itu diketahui dari hasil diagnosa dokter di RS PON ( Pusat Otak Nasional ). Di RS itu Hardi sempat dirawat sepuluh hari akibat terjatuh di tangga rumahnya.
"Sekarang sudah ada kemajuan. Sudah mau makan. Sudah bisa berjalan ke kamar mandi," cerita Oriana.
Secara rutin keluarganya pun rajin memeriksakan Hardi ke dokter. Jadwal kontrol dokter sekali dua minggu. Dokter yang datang ke rumah karena Hardi sering tak kuat menempuh perjalanan ke RS lantaran kemacetan lalulintas. Belum lagi jika harus antre di RS.
Gangguan kesehatan Hardi mulai muncul sepeninggal Susan, istrinya, yang wafat bulan Oktober tahun lalu.
"Dia tidak punya nafsu makan. Itu yang membuat berat badan Papa langsung drop," ujar Ori.Putrinya memperkirakan berat badan Hardi turun sekitar 10 kg.
Saya mengenal Hardi pertengahan 1970 an di Taman Ismail Marzuki dan bersahabat sejak itu hingga sekarang. Dua tahun lalu ia menghadiahi saya lukisan Ka'bah.
Meski jarang bertemu secara fisik, namun komunikasi kami terus terjalin melalui media sosial. Selain WhatsApp, Hardi juga rajin meng upload aktivitasnya di laman FB dan Instagram. Di media sosial itu ia sering menjajakan karya - karyanya.
" Papa suka berhubungan dengan netizen yang berminat membeli lukisannya. Dia tahu umumnya netizen itu menganggap harga lukisannya mahal. Nah! Papa sering menawarkan harga berdasar kemampuan netizen," cerita Oriana.
Hardi merupakan tokoh seni rupa penting Indonesia. Pelopor Gerakan Seni Rupa Indonesia yang mewarnai dinamika kesenian di Tanah Air masa itu. Gerakan Seni Rupa Barunya terdiri FX Harsono, Bonyong Munni Ardhi, Siti Adiyati, Jim Supangkat, dan Nanik Mirna.
Karyanya dikoleksi Keluarga Cendana, menteri-menteri kabinet Orde Baru dan Orde Reformasi, tokoh-tokoh nasional, kalangan pengusaha dan rekan-rekan seniman.
Selain lembaga-lembaga bergengsi seperti Museum Purna Bhakti Pertiwi, Balai Senirupa DKI, Dinas Kebudayaan DKI, TIM, LBH, Wisma Seni Nasional, Bentara Budaya, PT. Coca Cola Museum Neka Ubud - Bali, Yayasan Pengembangan Bisnis Indonesia, dll.
Ketika saya besoek keadaan Hardi memang relatif sudah membaik. Sekurangnya, dibandingkan dengan foto yang diupload di FB oleh Jose Rizal Manua. Meski belum mengenali tamunya, tetapi dia selalu merespon dengan senyum.
"Kita ngobrol begini Papa juga dengar. Mengerti. Nanti malam dia akan mengulasnya," ujar Oriana.
Itu kebiasaan terakhir Hardi yang dinilai putrinya sebagai tanda perbaikan memorinya. Dia sering nonton TV dan mengikuti berita dan talkshow di layar kaca. Hanya saja, responsnya baru belakangan.
Nama Oriana untuk putri sulungnya diambil Hardi dari nama wartawan Italia terkenal di tahun 1960-80 an, Oriana Fallaci. Kelak, Oriana memang menjadi wartawan di group Kompas.
Hardi dianugerahi tiga anak dan empat cucu. Putri keduanya,bernama Mahachakri, diambil dari Princess Maha Chakri Sirindhorn Thailand. Sedangkan anak bungsunya, dia beri nama Jibril. Nama itu diambil dari nama Malaikat.
Terlahir dengan nama R. Soehardi pada 26 Mei 1951, Ia salah satu pelukis aliran ekspresionis yang terkenal dengan berbagai aktivis lintas seni dan kebudayaan di Indonesia.
Dia mengawali kariernya tahun 1970 di Ubud, Bali. Ia melukis bersama W. Hardja, Anton Huang, kemudian kuliah di Akademi Seni Rupa Surabaya.