Menurut Nurdin, sistem kapitalisme yang diterapkan sejak 1967 dan terus menggurita hingga hari ini terbukti gagal menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kapitalisme begitu menguasai sendi-sendiri perekonomian nasional, termasuk ‘bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya’.
“Oleh karena itu dominasi sistem kapitalisme harus dihentikan, diganti sistem ekonomi koperasi yang berasaskan kekeluargaan,” tegas Nurdin Halid.
Alasan kedua, situasi dan kondisi perekonomian dunia sedang memasuki masa resesi. Presiden Joko Widodo menyebut situasi ekonomi dunia tahun 2023 bakal diliputi ‘kegelapan’ akibat akumulasi pandemi Covid-19, perang dagang, perang Rusia-Ukraina, ketegangan kawasan, dan pemanasan global.
Pada momentum Harkopnas 2023, kata Nurdin, gerakan koperasi meminta komitmen para calon pemimpin nasional periode 2024-2029 untuk membangun ekonomi negara berdasarkan sistem koperasi seutuhnya sesuai perintah Konstitusi.
Komitmen para capres nanti terasa mendesak di tengah resesi ekonomi dunia, inflasi yang tak terkendali akibat melambungnya harga pangan dan energi.
“Menghadapi ancaman krisis global tahun depan, gerakan koperasi tidak ingin sistem koperasi hanya dan selalu dijadikan ‘sabuk pengaman’ seperti yang terjadi pada masa krisis 1998 dan 2008. Setelah krisis berlalu, koperasi kembali ditinggalkan dan kapitalisme kembali menjadi panglima.,” ujar Nurdin Halid.
Dijelaskan, pondasi perekonomian Indonesia berbasis kekayaan sumber daya alam dan budaya lokal. Masyarakat Indonesia yang tersebar di belasan ribu pulau hidup dari pertanian, perkebunan, perhutanan, peternakan, pertambakan, perikanan, pertambangan, kelautan, seni budaya, dan kerajinan.
“Itulah ekonomi kerakyatan, yaitu perekonomian yang dijalankan rakyat Indonesia berbasis sumber daya alam dan budaya,” urai Nurdin Halid.
Karena itu, menurut Nurdin, fokus strategi hilirisasi yang kini digerakkan Pemerintah seharusnya tertuju kepada segenap kekayaan sumber daya alam dan budaya.
Hilirisasi bukan hanya terkait bahan tambang seperti nikel, bauksit, baja, besi, semen, dan kelapa sawit yang menuntut modal besar dan teknologi tinggi. Tetapi, bagaimana produk petani, nelayan, pengrajin ‘dibantu’ mulai dari hulu hingga hilir yaitu distribusi dan pemasaran.