Mengejar Implementasi Transisi Energi dengan Optimalisasi Geothermal

PLTP di Islandia reuters (Foto : )

Pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Islandia (Foto: Reuters)[/caption]Pertamina sendiri, kata Sentot, sejak tahun 1974 mendapat kuasa eksplorasi dan eksploitasi geothermal.PGE yang merupakan salah satu anak usaha Pertamina, saat ini mengelola 15 wilayah kerja dengan kapasitas 1.877 megawatt.Dari angka tersebut, yang dioperasikan sendiri sebesar 672 megawatt dan sisanya merupakan kontrak operasi bersama. Disebutkan, 88 persen dari kapasitas terpasang geothermal di Indonesia berada di wilayah kerja PGE.[caption id="attachment_495997" align="alignnone" width="900"] Grafik: PGE[/caption]Menurut Sentot, kapasitas produksi geothermal dapat terus bertambah, berbeda dengan produksi minyak dan gas yang terus menurun dari tahun ke tahun."Mengapa kapasitas terus bertambah, karena beberapa wilayah belum dieksplorasi dan tipikalnya butuh waktu lama 8-10 tahun. Produksi dapat berlangsung selama 30 tahun," katanya.[caption id="attachment_495739" align="alignnone" width="900"] PLTP Karaha milik Pertamina (Foto: PGE.Pertamina.com)[/caption]

Transisi Energi tak Cepat

Namun transisi dari energi fosil ke EBT belum secepat seperti yang diharapkan pemerintah.Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) pada 2017,  pasokan listrik dari geothermal pada 2025 sudah harus berada di angka 7.241 megawatt dan 2030 sebesar 9.300 megawatt.Bandingkan dengan kondisi saat ini yang masih berada di angka 2.000an megawatt.Guna menekan kesenjangan itu, kata Sentot, PGE akan mengoptimalkan potensi geothermal dengan pemanfaatan brine atau cairan panas bumi dari.Brine memiliki suhu 148-173 derajat Celsius yang masih berpotensi untuk pembangkitan listrik. Sentot mengatakan, potensi yang dapat dihasilkan dari brine mencapai 200 megawatt.Dari proses produksi geothermal juga dapat dihasilkan hidrogen yang bisa dijual untuk kebutuhan industri, pabrik kimia atau sebagai bahan baku pembuatan