Perbukitan yang kini berubah menjadi lahan kentang. Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]Bukit-bukit yang sudah berubah jadi ladang kentang makin banyak terlihat. Entah bagaimana caranya dulu masyarakat membuka lahan, hingga sampai puncak bukit pun dibabat dan diganti komoditas pertanian. Tapi itulah mata pencaharian utama warga di Dieng. Tanahnya sudah sangat subur. Ibaratnya, lempar biji akan tumbuh sendiri.Satu jam perjalanan diselingi istirahat, kini tiba di lembah Bismo. Wow, benar-benar luar biasa. Gunung Bismo berada di sisi barat dengan rekahan lebar. Diantara jurang rekahan itu berdiri dua bukit yang mengerucut. Dan ketika kabut mengisi sela-selanya, sudahlah....puisi apapun sulit menandingi.[caption id="attachment_391802" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]Ada jalan setapak panjang diagonal di bentangan ladang. Ujungnya tersambung dengan Gunung Bismo. Petani memakainya untuk jalan ke tengah ladang, ke hutan mencari ranting untuk kayu bakar, atau memotong rumput buat pakan ternak.Paling asyik itu jalan ke sisi timur, menaiki area yang lebih tinggi dan memandangi panorama dari sini. Kalau mau juga, parkirkan kendaraan di rumah penduduk atau basecamp lalu naik ke puncak Gunung Bismo. Tapi butuh waktu beberapa jam pulang pergi jalan kaki.[caption id="attachment_391805" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]Dari sini bisa pilih. Mau lanjut ke Dieng lewat jalur ini, atau putar balik ke Pasar Garung baru lanjut naik ke Dieng lewat jalur utama. Kalau saya sih pilih putar balik, dan ke Dieng. Soalnya kalau ke Dieng lewat lajur Bismo medannya sangat ekstrim dengan tanjakan yang tajam. Tapi kalau suka tantangan dan pakai motor CC besar sih bisa dicoba. Tapi harus hati-hati.Anda tertantang? Teguh Joko Sutrisno | Wonosobo, Jawa Tengah