Kuda Lumping dulunya adalah sarana hiburan rakyat banyak. Pun, sarana sosialisasi informasi pemerintah. Bagi para pelakon, beraksi di lapangan adalah kebangaan. Namun kini semua ambyar. Kuda Lumping tak lagi menjadi tontonan yang diminati. Para pelakon turun ke jalanan hanya mengais recehan. Siang itu benar-benar terik. Dari kejauhan aspal seperti basah memendarkan fatamorgana. Gerah, sangat gerah.Tapi tidak bagi pria 60 tahun itu. Ia terus menabuh gendang meski keringat melunturkan bedak tebal di wajahnya. Cuaca terik adalah kesempatan mengumpulkan recehan. Bayangkan kalau hujan, semua bubar, riasan buyar, kendang melempem. Pengendara juga enggan repot membuka kaca jendela mobil untuk sekedar melongok aksi para pelakon."Harus dijalani mas, cuaca panas ya tetep turun gak bisa berteduh. Lha cari duitnya sekarang dari begini," katanya sambil menggeser alat perkusi.Adalah Pak Tri. Nama lengkapnya Sutriman. Ia adalah salah satu pemain gamelan grup kuda lumping Krido Ramekso di perempatan jalan lingkar Ambarawa.[caption id="attachment_379707" align="alignnone" width="900"]
Kisah Kuda Lumping Terguling dari Gebyar Lapangan jadi Ambyar ke Jalanan
Minggu, 27 September 2020 - 16:33 WIB