Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]Baru Klinthing kembali masuk ke Desa Pathok dan mendatangi pesta warga. Bisa ditebak, warga pun kembali menghardiknya. Kali ini Baru Klinthing tidak tinggal diam. Ia menancapkan sebatang lidi ke tanah. Lalu dia menantang warga untuk bisa mencabutnya.Warga pada tertawa dan menganggap Baru Klinthing tidak waras karena menantang dengan sesuatu yang sepele. Namun kemudian salah satu warga iseng mencoba mencabutnya. Ia pun kaget. Ternyata ia tak bisa mencabutnya walaupun sudah mengerahkan segenap tenaganya.Warga lain pun jadi heran. Satu per satu mereka mencobanya. Tetap masih tidak bisa. Kemudian mereka pun beramai-ramai mencabut bersama. Namun upaya tersebut belum bisa mencabut lidi dari tanah.Akhirnya dengan tenang Baru Klinthing mencabutnya dengan dengan jari. Dan saat lidi tercabut memancarlah air yang semakin lama semakin deras. Warga panik dan lari tunggang langgang. Kentongan dipukul sebagai tanda bahaya. Tapi apa daya air semakin besar dan menjadi bah.[caption id="attachment_368552" align="alignnone" width="900"] Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]Sementara Nyai Lantung di tepi hutan yang pernah menolong Baru Klinting teringat pesan jika ada bunyi kentongan dan banjir ia harus naik lesung. Ia pun mengikuti pesan itu dan selamat dari air bah.Air terus mengalir dan sampai kemudian menjadi genangan luas yang disebut Rawa Pening."Intisari cerita tadi adalah agar manusia itu introspeksi, tidak semena-mena terhadap orang lain," pungkas Mugiono.Mitos ular raksasa yang melatar belakangi terbentuknya Rawa Pening sampai sekarang masih dipercaya oleh sebagian warga yang tinggal di tepiannya. Bahkan, menurut cerita beberapa warga yang mencari ikan, kadang ada yang melihat kemunculan ular besar di tengah rawa. Tapi menurut mereka, ular tersebut hanya sekedar lewat lalu masuk lagi ke dalam air. Warga tidak berani mengusik ular tersebut karena teringat dengan legenda Baru Klinthing. Teguh Joko Sutrisno | Kabupaten Semarang, Jawa Tengah