juga waktu masih muda.[caption id="attachment_353252" align="alignnone" width="900"] Penonton yang ikut ndadi atau trance biasanya pernah kerasukan/kerauhan atau pernah ikut menari Jathilan. Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]Ndadi atau trance ini bisa berlangsung lama. Bahkan bisa berjam-jam kalau mau. Tapi untuk pentas durasi pendek, satu jam adalah waktu yang wajar. Setelah itu para pawang akan mendekati penari, diberi mantra, dipegang jidatnya, lalu disentak kencang.Penari akan berguling-guling liar, dan perlahan lemas dan terbangun kebingungan. Butuh beberapa menit merenung, lalu kembali ke alam sadar, bisa ketawa-ketawa cengengesan sambil ududan atau merokok.Ada pertanyaan besar dan sampai saat ini sulit terjawab. Kemana serpihan kaca maupun benda tajam yang mereka makan tadi?Pikiran normal pasti akan menyangka perut penari jathilan yang makan gituan bisa rusak, tertusuk-tusuk, dan lain-lain.Saya yang pernah bergaul dengan komunitas jathilan cukup lama belum menemukan para penari tersebut jatuh sakit akibat makan kaca. Ya segar bugar saja, meski ritual jathilan mereka jalani hampir seminggu sekali. Bahkan kalau masa-masa tertentu malah bisa setiap hari.Para pawang yang saya tanya, biasanya tak pernah menjawab dengan jelas. Mentok-mentok nya paling yang makan itu bukan penarinya, tapi yang merasukinya. Ah mosok?"Lho iyo, Mas! Kok mosok! Keyakinan kami begitu. Lha wong kami yang kendalikan, kami yang undang mereka (roh) ke sini, bisa dari kampung asal, bisa juga dari lokasi di sekitar pentas," jawabnya.Pawang lainnya menjawab enteng. "Halah, Mas, paling nanti pas jongkok di WC ya keluar bareng juga," katanya terkekeh.Para penari yang trance tadi pun kutanya, apa yang terjadi atau apa yang mereka rasakan selama menari tadi. "Ya, pertama