HUT Kelompok Usaha Bakrie ke-78, H. Achmad Bakrie Sosok Pengusaha Bersahaja

HUT Kelompok Usaha Bakrie ke-78, H. Achmad Bakrie Sosok Pengusaha Bersahaja (Foto Kolase) (Foto : )

Menghormati sahabat seperti halnya terhadap H. Achmad Bakrie, rupanya bisa memicu lahirnya kemampuan baru. Setidaknya bagi Charlie Graham, mitra industri pipa Bakrie, orang Inggris yang kini menetap di Australia itu. Mengaku bukan penulis, features-nya tentang almarhum H. Achmad Bakrie (di bagian lain memoar ini) sulit disebut karya sambilan karena Charlie Graham kerja ekstra keras, sepenuh hati, agar tulisannya itu benar-benar berkualifikasi “mengenang kepergian sahabat.”Didasari sejumlah pengalaman empirik sejak pertama kali ketemu H. Achmad Bakrie, toh dalam tulisan itu Charlie Graham tak bisa mengelak banyak unsur subyektivitasnya.“Saya tidak kuasa menahan pengaruh subyektivitas,” ujarnya dengan pandangan lurus.Charlie Graham juga mengaku saat menulis, seakan-akan sosok H. Achmad Bakrie sedang ada di depannya.Graham terbilang “bule” sahabat kental H. Achmad Bakrie, meski ia bukan orang asing pertama berbisnis dengannya. Seperti juga pemilik modal dari negara lain, Graham ke Indonesia untuk tujuan bisnis. la ditugasi perusahaannya di Australia, sebuah industri pipa, mencari peluang investasi.“Cari dan kenalilah perusahaan mana di Asia Tenggara yang paling layak diajak joint-venture.” Begitu kurang lebih bunyi sang tugas.[caption id="attachment_288566" align="aligncenter" width="900"] Charles T. Graham Mitra Asing Sekaligus Sahabat H. Achmad Bakrie, dari Australia, dengan Caranya Sendiri Melukiskan Sosok H. Achmad Bakrie. Foto Charles T. Graham Usai Wawancara di Wisma Bakrie, Kuningan Jakarta. (Foto Mitra-istimewa)[/caption]Jadi, bisa saja di Thailand, Malaysia, Philipina, atau Singapura. Tapi Charlie Graham merekomendasikan Indonesia.“Secara politik Indonesia lebih stabil, dan itu mendukung stabilitas ekonomi.” papar Charlie Graham.Charlie Graham juga menambahkan, ekonomi Indonesia waktu itu tidak melompat, tapi juga tidak lamban. Lantas mengapa pilih Bakrie? Dari begitu banyak pertimbangan dan fakta,“Saya simpulkan industri pipa milik Bakrie paling menarik.” Seingat Graham, waktu itu sudah berdiri setidaknya tiga pabrik pipa. Satu Dutch-based di Bandung, sisanya di Jakarta. Dan ia mengaku “menginteli” ketiganya.Rupanya, pilihannya jatuh ke Bakrie karena kendati diameternya baru sekitar tiga inchi, “Pipa baja produk Bakrie lebih tebal.” Pantas di benaknya muncul bisikan, Bakrie ini pasti berorientasi kualitas dan jangka panjang.Hal-hal seperti itu menurut Charlie Graham menyandang fungsi public image yang, katakanlah positif bagi industri. Namun ketika Graham menemui di kantornya, waktu itu masih di Jalan Asemka, Jakarta Barat, pemilik ternyata kurang berselera. Entah strategi atau taktik. Yang pasti, “Tawaran joint-venture saya ditanggapi dingin.[caption id="attachment_288569" align="aligncenter" width="900"] Usai Upgrading Mesin Pabrik Pipa Baja dari Ukuran 4” Menjadi 6” Pada 1978. Teknisi Morita dari Jepang (Itoh, Hasegawa, Iwasahi, Dan Akizuki),Empat Berturut-Turut dari Kiri. Lalu, H. Achmad Bakrie Duduk, Jan Kreefft (Mantan Kepala Pabrik Talang Tirta., Almarhum), Aburizal Bakrie, dan Jimmy Muljohardjo (Mantan Kepala Pabrik Pipa Baja Talang Tirta Menggantikan Kreefft). (Foto Perpustakaan Bakrie)[/caption]Jadi, tentu saja Graham tidak menyerah. Pikir-pikir, barangkali ia datang bukan pada saat yang tepat. Kemudian ia datang lagi ke Asemka. Kali ini optimis. Sebab, waktu itu H. Achmad Bakrie sesekali memakai istilah “kita.” Suasana pun lebih santai.Malah Graham surprise ketika H. Achmad Bakrie, dengan bahasa Inggris yang begitu fasih, tiba-tiba melucu.“Charlie,” katanya,“Belum saling kenal kok kita sudah pengen buka-bukaan pakaian segala.” Mereka akhirnya tak kuasa menahan tawa, terpingkal-pingkal.Belum puas, H. Achmad Bakrie pun membacakan, sebagian ada yang dihafalnya, beberapa puisi klasik Belanda.“Saya sendiri tak tahu artinya,” kata Graham sambil terbahak-bahak.Pulang dari “pertunjukan baca puisi” itu Graham mengaku diam-diam kagum. Padahal tadinya ia fikir pengetahuan umum H. Achmad Bakrie tak seberapa luas.Mereka akhirnya sepakat joint-venture. Segala sesuatu didiskusikan, lewat meeting demi meeting, secara terbuka dan habis-habisan.Begitu terbukanya hingga “Pak Bakrie menunjukkan betapa sederhananya menajemen keuangan beliau.” Itu sebabnya Graham tahap demi tahap menjelaskan model menajemen keuangan “By examples. Termasuk apa itu budget, bagaimana menyusun cash flow,” kenang Graham lagi.Singkat cerita, perusahaan joint-venture terbentuk. Itulah dia Bakrie Tubemakers, yang aspek managerialnya, policynya, berada di tangan Bakrie sejak semula.Hubungan pribadi Bakrie-Graham dekat. Malah amat kental. Juga dengan Ibu Bakrie, Ical, Ibu Tatty, dan sejumlah anggota keluarga Bakrie yang lain.Sejauh menyangkut industri, “Hubungan kami business-based sifatnya,” sambil mengaku mereka bisa menciptakan hubungan nonbisnis.Persaudaraan atau kekeluargaan. “Seperti suasana ketika Pak Bakrie berpuisi, melampiaskan humornya. Atau tatkala saya dan istri menginap di villa beliau.”Di mata Graham, antara H. Achmad Bakrie dan pelanjutnya, khususnya dalam hal relationship itu, nyaris tanpa beda. Hanya ia harus tahu diri,“Pak Ical kini tentu jauh lebih sibuk. Perusahaan terus berkembang. Relasi bertambah. Karyawan pun begitu. Jadi wajar bila kemudian Pak Ical kian berkurang kesempatan non-bisnis relationship-nya,” duganya.[caption id="attachment_288567" align="aligncenter" width="900"]