HUT Kelompok Usaha Bakrie ke-78, H. Achmad Bakrie Otodidak Sejati

HUT Kelompok Usaha Bakrie ke-78, H. Achmad Bakrie Otodidak Sejati (Foto Dok. Perpustakaan Bakrie) (Foto : )

Kegemaran membaca pada H, Achmad Bakrie sudah sejak dini terbentuk. Kebiasaan itu tetap terpelihara, di saat ia memasuki usia lanjut. Terkadang H. Achmad Bakrie bergumam, karena kemampuan matanya kian terbatas, seakan-akan kesenangannya terusik dengan kendala itu. Semangat membaca tetap saja tidak mengendur, misalnya ia imbangi dengan pertolongan kaca pembesar. "Saya paling kesal, kalau tidak bisa membaca,” ujarnya suatu kali pada KOMPAS.Dulu, masih bekerja pada Kantor Kontrolir Belanda di Sukadana Lampung Tengah, dan ketika bekerja di perusahaan dagang Belanda diupayakannya meminjam buku-buku tentang apa saja.Ketika pemuda Bakrie memulai berdagang kecil-kecilan, hampir tidak pernah luput di dalam tasnya terselip buku. Di perjalanan, atau sedang menunggu sesuatu, adalah kesempatan terbaik baginya untuk membalik-balik lembaran bacaan.Keterbatasan peluang menuntut ilmu lebih tinggi, merupakan alasan kuat membuatnya tidak berhenti untuk belajar. Karena H. Achmad Bakrie orang praktis, khazanah bacaan yang diutamakannya pun tentulah wacana praktis-praktis saja.Untuk melengkapi pengetahuannya, buku-buku teks (teoretis) tidak pula diharamkannya. Sejarah dan ekonomi baginya tergolong pengetahuan yang banyak mendatangkan manfaat praktis, dus bukan buku teoretis.Dari sejarah, katanya, orang bisa mempelajari watak atau karakter suatu bangsa. Kekuatan dan kelemahan suatu bangsa sangat jelas tercermin dalam pengungkapan sejarah. Karena literatur tentang sejarah, tidak heran buku semacam itu dimilikinya dalam jumlah yang banyak.Buku-buku tentang ekonomi, terutama menyangkut kejadian-kejadian ekonomi termasuk buku juga banyak dikoleksinya. Bahan bacaan baginya tidak selalu berbentuk buku, untuk informasi aktual diperoleh melalui penerbitan majalah dan koran.Tetapi basic (dasar) untuk memahami peristiwa ekonomi dan moneter, menurutnya lebih dulu dikuasai dari buku-buku ekonomi. Literatur politik tidak pula ia lewatkan begitu saja.Dulu, sekitar tahun 70-an pernah beredar buku laris di Amerika Serikat. Buku itu berjudul Mataresa 'Circle' buah karya Ludlum yang menceritakan tentang gerakan politik di bawah tanah.Satu aspek buku itu mengandung hikmah, memperluas wawasan fenomena keadaan politik suatu bangsa. Bila kita ingin maju, katanya, jangan pernah berhenti menggali ilmu pengetahuan.“ Bagi saya belajar tidak ada habis-habisnya; Namun kita harus menyesuaikan diri. Jangan, lalu, merasa lebih hebat dari orang lain,” tuturnya pada tabloid Mutiara (1979).Dalam ungkapan lain di Kompas (1986) pernyataan itu ditekankannya. Untuk tidak terjebak pada “penyakit” otodidak, diperlukan alat untuk mengontrol diri.Bergaulah dengan orang baik-baik dan orang-orang pintar. “Sebab, dari orang-orang itu kita banyak belajar,” katanya.Kelemahan otodidak, karena berhasil mencapainya tanpa sekolah, lalu menjadi lupa daratan. “la merasa paling pintar, paling jago, paling berkuasa, paling hebat dan paling besar,” lanjutnya.Ketekunan H. Achmad Bakrie dalam membaca, Hasjim Ning menjulukinya dengan “pengusaha yang kutu buku”.Dalam beberapa kesempatan sedang berkunjung ke luar negeri, pengusaha seangkatan H. Achmad Bakrie ini menceritakan pula, bahwa sahabatnya itu tak menyia-nyiakan sisa perlawatan mereka dengan membeli sejumlah buku.Tidak pula ada keharusan membeli dulu, baru membaca. Pengalaman Z.A. Samil, MA., Diplomat RI untuk Republik Federal Jerman (1966-1968), pada Achmad Bakrie menarik juga.Di hotel, tempat sahabat akrabnya itu menginap, ia dapatkan di atas meja kamar hotel itu selain buku dan majalah, juga sebuah Bible. Menurutnya lagi, pada hotel-hotel bergengsi di Eropa dan Amerika fasilitas bacaan termasuk kitab suci umat Nasrani itu merupakan kelengkapan setiap kamar hotel. Kegemarannya membaca, di antara ayat-ayat Bibel itu, bahkan ada yang dihapal Achmad Bakrie.Karya-karya sastra semisal roman, puisi dan syair, bukanlah sesuatu yang mesti dilewatkannya. Untuk beberapa hal malah ia terkesan menguasai beberapa karya sastra para penyair Belanda.Sedangkan karya pujangga Inggris dan Indonesia tidak terlalu banyak diikutinya. Kalau hati sedang dilanda sedih, H. Achmad Bakrie suka sekali membaca syair-syair itu.Kegemaran akan syair banyak di antaranya diciptakannya sendiri. Entah karena apa, syair yang dibuatnya selalu tidak berjudul, dan beberapa buah tangannya tercantum di bawah ini.Tampaknya ia rajin mencatat bagian-bagian tertentu dari buku yang dibacanya. H. Achmad Bakrie menuliskannya pada agenda harian atau dalam lembaran-lembaran lepas dan menyimpannya dengan baik.Banyak dijumpai dalam catatan-catatan itu, kutipan ucapannya, pribahasa, ungkapan, dan istilah-istilah. Adakalanya sumber yang dikutip itu tercantum namanya, ada juga tidak dimuat identitas sumbernya. "Success has to be earned, and one must preserve and strengthen this reputation everyday.” Tonight,