Bocah Bajang, Titisan Leluhur Dieng

Bocah Bajang, Titisan Leluhur Dieng (Foto : )

 berupa uang tunai Rp 4 Juta. Berikutnya, Laela Nur Afifah yang meminta bakso, sepeda berwarna oranye, dan handphone.Ritual cukuran rambut anak-anak gimbal begitu sakral. Suara gending Jawa dan suluk bertautan dengan lafal ‘mantra’ sebagai awal prosesi.Beberapa doa dipanjatkan, diantaranya  Ya Marani Nira Maya  yang berarti dijauhkan dari siapapun yang akan berbuat jahat. Ya Silapa Palasia  yang dimaksudkan agar orang yang menyebabkan kelaparan justru memberi makan. Juga J amiroda Doramiya  dengan arti mereka yang suka memaksa justru memberikan kebebasan.Setelah rambut gembel dipotong dan dilarungkan ke telaga, Ayang akhirnya memperoleh es krim coklat yang ia minta. Tidak cuma satu, melainkan satu termos ia bawa pulang.“Setelah (rambut) dipotong, Ayang mengalami perubahan. Semoga Ayang bisa menjadi anak-anak seperti pada umumnya,” harap Sugiarsih.Keberadaan bocah Bajang di Dieng memberikan gambaran bahwa dalam diri manusia yang serba kekurangan, lemah dan cacat bertahtalah Hyang Maha Sempurna. Bocah Bajang adalah lambang harmoni dualitas antara sifat yang serba kurang, lemah, cacat di satu sisi dan sifat yang serba sempurna di sisi yang lain.Manusia membutuhkan perjuangan panjang, sepanjang umur manusia itu sendiri. Sepertinovel fantasi pewayangan berbahasa Indonesia karya Sindhunata (atau