Bocah Bajang, Titisan Leluhur Dieng

Bocah Bajang, Titisan Leluhur Dieng (Foto : )

Bocah Bajang merupakan sebutan untuk bocah atau anak yang memiliki rambut panjang dan tumbuh gimbal. newsplus.antvklik.com - Bocah Bajang, titisan leluhur Dieng. Begitulah yang dipercaya masyarakat dataran tinggi Gunung Sumbing ini. Bocah Bajang merupakan sebutan untuk bocah atau anak yang memiliki rambut gimbal.Dalam gelaran Dieng Culture Festival  (DCF) 2019 yang berlangsung di Dieng Kulon, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah pada 2-4 Agustus 2019, prosesi ritual pemotongan rambut bocah Bajang menjadi daya tarik utama.Salah satu bocah Bajang yang terpilih mengikuti ritual pemotongan rambut adalah Kayang Ayuningtyas Nugroho (5 tahun).Sekilas, Ayang, begitu ia kerap disapa, tampak seperti anak biasanya. Wajahnya lucu, cantik, sesekali melempar senyum ke orang di sekitarnya.Ia mengenakan kaus pink yang merupakan warna kesukaannya. Selaras dengan aksesoris yang ia kenakan, mulai dari gelang hingga kalung Hello Kitty . Hanya saja rambutnya menggimbal panjang.“Bu, tumbas bu,” pinta bocah berambut ala Bob Marley ini kepada ibunya untuk dibelikan es krim.Dalam mitologi Dieng, Bocah Bajang atau anak berambut gimbal merupakan titisan para leluhur dataran tinggi Dieng. Bocah laki-laki berambut gimbal dipercaya sebagai titisan Kiai Kaladete. Kiai Kaladete adalah penguasa dataran tinggi Dieng yang bersemayam di Telaga Balekambang.Sedangkan bocah perempuan berambut gimbal dipercaya sebagai titisan Nyai Dewi Roro Ronce, abdi penguasa pantai selatan, Nyai Roro Kidul.Di kediaman Mbah Sumanto, pemangku adat di Dieng Kulon, Sugiarsih bercerita dirinya sempat panik kala Ayang berumur satu tahun. Ayang tiba-tiba sakit, suhu tubuhnya meninggi. Berbagai usaha untuk berobat sudah dilakukan namun hasilnya nihil.Saat Sugiarsih bersama suami memutuskan membawa Ayang ke salah satu dukun di Dieng Kulon. Di sini sang dukun mengatakan kalau rambut Ayang akan tumbuh gimbal dalam waktu dekat.Gimbal Ayang ternyata turunan dari sang Ibu. “Saya dulu gembel juga, tapi dahulu belum ada acara festival seperti ini jadi diruwat sendiri. Dulu saya mintanya selendang, baju, boneka dan payung,” kata Sugiarsih yang sehari-hari berprofesi sebagai perias.