"Saya juga pernah alami, tetapi tidak menganggu," kisah pengusaha mantan Ketua Umum Kadin itu.
Suatu malam, ceritanya, saat mengambil wudhu dia mendengar suara berisik. Ia meneruskan berwudhu, mencoba tidak perduli. Saat mulai mendirikan Salat, bunyi berisik kembali terdengar. Terdengar suara seperti menggedor -gedor pintu dan lantai. Spontan Rosan mengucap " sudah dong, kita kan sudah saling kenal. Diluar dugaan suara itu berhenti. Padahal, Rosan berbahasa Indonesia waktu mengucap " mantra" itu. Sejak itu tidak pernah ada lagi," kisah Rosan. "Boleh ditest menginap tuh Pak Hanto," saya menyelak. "Nggak ah," sahut Suhanto mengelak.
Cerita menarik lainnya tentang diaspora kita yang tinggal di benua AS. Mereka bisa survive. Banyak yang berhasil menjadi pengusaha besar.
"Di AS, asal mau kerja pasti bisa hidup," katanya.
Pekerjaan banyak. Pemberi kerja tidak perduli apakah pendatang legal maupun tidak. Yang penting tidak berbuat kriminal. Atau keluar dari AS, sebab begitu keluar baru diblacklist.
Jumlah WNI kita di AS sekitar setengah juta jiwa, termasuk sekitar 12 ribu jiwa di New York. Itu yang tercatat. Di luar itu entah berapa.
Hari mulai gelap, kisah-kisah ringan yang menarik masih banyak, tapi cafe Maman sudah mematikan lampu, tanda mau tutup. Kami pun mengakhiri kongko.