Antv – Ada sehelai napas yang terenggut dari kehidupan seorang perempuan asal Slawi, Tegal itu. Sebuah kehilangan yang teramat besar, cinta pertama dalam hidup yang ia sebut sebagai bapak.
Sebut saja S. Perempuan yang saya temui melalui linimasa sosial media. Saya tergerak untuk mengetuk direct message-nya secepat mungkin usai membaca cuitannya terkait hal yang memang sedang saya cari, pneumonia.
“Almarhum bapak saya meninggal dengan diagnosa radang paru-paru pas COVID ganas di 2021. Padahal sebelum ini belum pernah ada riwayat itu,” tulisnya dalam sebuah cuitan sepekan lalu.
Ketika saya mengonfirmasikan terkait cuitan tersebut, S lantas mengatakan bahwa sang bapak berpulang pada Juli 2021 lalu, tepat saat gelombang kedua Covid-19 sedang menjadi perhatian bersama.
Situasi gelombang kedua Covid-19 tentu belum usang di ingatan kita semua. Pada saat itu, situasi sangat mencekam dan serba tak menentu.
Suara ambulans berlalu-lalang sepanjang hari seperti suara radio tetangga yang sengaja disetel keras-keras agar kantuknya tertahan selagi menunggu warung kelontongnya disambangi pembeli.
Bendera kuning juga terpasang di mana-mana bagai dekorasi kampung jelang perayaan kemerdekaan. Dan yang lebih menyedihkan lagi, kematian berubah menjadi suatu hal yang biasa meski harus dilalui dengan cara-cara mengerikan.