“Karena apa? Agar segala kebiasaannya sama, beribadahnya juga sama,” tambahnya.
Lebih lanjut, Buya menjelaskan hukum pernikahan beda agama dari sudut pandang hukum agama. Menurut penuturannya, pernikahan wanita Muslimah dengan pria non-Muslim adalah tidak sah di mata hukum Islam.
“Kita masuk ranah agama. Bahwa tidak boleh seorang wanita Muslimah menikah dengan seorang laki-laki yang tidak Muslim,” tuturnya.
Sedangkan, bagi pria Muslim dan wanita non-Muslim, ada banyak pendapat. Sebagian ulama memperbolehkan pernikahan semacam ini namun dengan syarat-syarat yang tidak mudah.
Imam Syafi’i misalnya, ia memperbolehkan seorang pria Muslim menikahi wanita non-Muslim dengan syarat wanita tersebut harus seorang ahli kitab atau dari keluarga ahli kitab. Aturan itu mutlak dalam mazhab Syafi’i.
“Dikatakan kalau laki-laki Muslim menikah dengan wanita non-Muslim, diperkenankan tapi ada aturan-aturannya. Mazhab Syafii itu ketat sekali, kalau agamanya Nasrani dia harus ahli kitab yang asli dari asal-usul keluarganya,” katanya.
Buya Yahya juga mengingatkan kembali perihal tujuan dalam pernikahan. Setiap orang yang menikah tentu mendambakan kebersamaan dengan pasangan, baik di dunia maupun di akhirat. Hal itu dicapai salah satunya dengan menikahi orang yang seagama.