Catatan Sepak Bola M.Nigara : Timnas Indonesia Kalah Dari Jepang, Bukan Kiamat

Timnas Indonesia
Timnas Indonesia (Foto : IG : antarafotocom)

BLAAAASSS. Ada amarah ada kecewa. Ada bergerombol perasaan tak menentu, berdesakan dalam dada, ketika menyaksikan Tim Nasional kita dihajar Jepang, 4-0. Sungguh hasil yang sama sekali jauh dari harapan. Hasil yang membuat peluang Indonesia untuk lolos ke Piala Dunia 2026, semakin berat.

Tapi, jangan juga kita saling memaki. Saling menyudutkan dan saling menyalahkan. Kekalahan dari Jepang, Jumat malam (15/11/24) di hadapan 73 ribu penonton yang hadir langsung di Stadion Utama GBK, dan puluhan juta pasang mata yang menyaksikan lewat kaca RCTI, bukan akhir segalanya. Kekalahan itu hendaknya bisa kita jadikan awal kebangkitan secara total.

PSSI, Pelatih Shin Tae-yong (STY), manajer, dan para pemain, harus bisa menerima kritik sepedas apa pun. Kritik yang berasal dari bahasa Yunani, _Clitikos_ bermakna sebagai koreksi. Kritik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bermakna kecaman atau tanggapan berdasarkan fakta yang baik dan buruk.

Kritik berbeda dengan makian. Makian didasari, utamanya kebencian yang juga bisa dilandasi rasa iri atau dengki dan dibalut dengan kata-kata. Isinya adalah kata-kata kotor, kasar, dan dikeluarkan untuk melampiaskan kemarahan serta kekecewaan.

Perbedaan keduanya, sangat jelas: Kritik yang baik adalah koreksi dan selalu menampilkan jalan keluar. Sementara makian adalah bentuk umpatan dan penghakiman yang tidak membutuhkan jalan keluar.

Brasil Pernah

Kisah pilu tim nas Garuda kita, sesungguhnya masih belum separah Brasil. Bayangkan, negeri yang menjadi juara dunia terbanyak, 5 kali: 1958, 62, 70, 94, dan 2002, pernah dibantai Jerman dalam semifinal Piala Dunia 2014, 7-1. Pembantaian itu terjadi di Stadion Mineiro, Bela Horizonte, Rio de Janairo (9/7/2014), di rumah dan di hadapan pendukung Brasil sendiri.