Selamat Datang VAR

Selamat Datang VAR
Selamat Datang VAR (Foto : Dok. PSSI)

Oleh:
Reva Deddy Utama, Jurnalis Pemerhati Sepakbola

Antv – Video Assitant Referee  (VAR) mulanya menimbulkan kontroversi, sekarang justru dibutuhkan. Bahkan VAR sudah menjadi stigma sepak bola modern.

Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dan PT. Liga Indonesia Baru (LIB) pun berencana memakai VAR di Champions Series Liga 1, 15 Mei ini.

Untuk melaksanakan VAR itu, telah ditatar puluhan wasit. Ini surprise, sebab PSSI  sering teriak kekurangan wasit. Tapi biarlah, yang ini tak usah kita kulik.

Asumsinya, bila VAR berjalan, kecurangan (baca: kelemahan) wasit bisa diminimalisir. Prinsip fair play berjalan, dan kompetisi diharapkan lebih beradab.

Setidaknya, VAR akan membuat pemain mengontrol emosi, tidak lagi berlaku brutal  sesama mereka. Dan menghilangkan kebiasaan mengeroyok wasit.

Para pendukung dan netizen sepak bola tidak lagi rewel dan anarkis, sepanjang atau seusai pertandingan. Lantas, apakah VAR bisa berjalan?

Orang dan teknologi

VAR melibatkan puluhan orang, dan  seperangkat teknologi video canggih, harganya miliaran rupiah. Untuk VAR diperlukan dua tim yang berbeda ilmu.

Pertama, tim wasit, mereka yang sudah pasti paham tentang do and dont sepak bola. Mereka pun mewasiti melalui gambar (visual). Ini tidal sulit.

Fungsi wasit VAR hanya merekomendasi, tentang sebuah pelanggaran. Wasit  lapangan tetap berkuasa, menentukan sendiri pelanggaran atau tidak, serta sanksinya.

Kedua adalah tim produksi visual, mereka yang bertugas  mengambil gambar, merekam, menayangkan semua momen di lapangan dibantu tehnologi.

Tanpa visual, VAR tidak berfungsi. VAR berasal dari kamera produksi televisi. Di Liga1 biasanya memakai 8 kamera. Kemudian ditambah, sedikitnya 4 kamera khusus VAR.

Letak atau posisi kamera produksi televisi dan khusus VAR berbeda. Begitu juga angle (sudut pandang) dan tata cara pengambilan gambarnya.

Kamera khusus VAR angle-nya lebih close up, mengikuti  gerakan pemain. Kamera televisi cenderung mengukuti arah bola, angle-nya variatif, wideshot dan close-up.

Visual dari 12 kamera itu direkam di ruang kendali. Bila ada momen ingin dilihat, rekamannya di-playback melalui alat slomotion, diperkaya virtual grafik.

Lalu visual (bisanya dari 3 atau 4 angle kamera) itu dikirim ke monitor tv di pinggir lapangan, untuk dilihat dan dikaji wasit. Visualnya harus jelas, agar wasit mudah menilai.

Visual VAR juga disalurkan ke ruang kendali televisi, untuk ditayangkan. Sehingga penonton tv bisa melihat VAR. Sedangkan di stadion, VAR hanya dilihat wasit.

Bertahap Sesuai Kemampuan

Alhasil VAR butuh tim produksi visual handal. Mereka, antara lain, produser, director visual, juru kamera, operator slomo dan virtual grafik. Apakah kita siap?

Ini saya agak ragu. Kebetulan saya yang menciptakan dasar tv production sepak bola di Indonesia. Di awali tahun 1995, saat Liga Dunhill bergulir, dan tayang di stasiun ANTV.

Untuk memproduksi itu saya berlajar beberapa bulan di Paris, Prancis. Di stasiun televisi TF1 dan Euro Sport, host production dan broadcasting Ligue1, Prancis.

Sampai kini design produksi  itu dipakai di Liga1. Maklum saja, hampir semua kru produksi televisi liga1,  saat ini, mantan kru ANTV, yang konsisten dengan karyanya.

Berdasarkan  pengalaman, gagal merekam momen sering terjadi. Bahkan gol pun  acap tidak terekam. Ini karena kru ketinggalan momen, akibat kurang kosen dan cekatan.

Lantaran itu, disarankan VAR bertahap. Misalnya, di tahap awal, VAR hanya untuk momen offside, dan bola masuk atau tidak ke gawang. Kedua momen itu mudah disorot kamera untuk direkam.

Sedangkan momen lain, seperti bola kena tangan atau pelanggaran keras, tunda dulu. Sebab ini agak sulit disorot dan direkam, visualnya harus close up dan jelas.

Bisa saja terjadi, pemain tim A handsball ada rekamannya. Sementara pemain B handsball luput. VAR jadi berat sebelah, tidak produktif, bakal jadi sengketa.

Ke depan, pelan tapi pasti, fungsi VAR ditambah, seiring dengan ditingkatkannya kualitas tim produksi visual. Sehingga VAR sesuai harapan.

Pada gilirannya, bravo PSSI dan LIB bravo sepak bola Indonesia *

(RDU, Jurnalis Pemerhati Sepakbola)