Filsafat pun dapat “dipaksa” untuk dijumbuhkan pada sepak bola. Dalam pandangan kapitalistik, misalnya, dengan mengikuti Samuel A. Chambers (2022) elemen pertama adalah uang yang ditanamkan pada klub untuk segenap keperluan.
Elemen kedua adalah komoditas sepak bola berupa pertandingan, hak siar, merchandise, hadiah kemenangan, kontrak sponsor.
Elemen ketiga adalah keuntungan. Segala yang diupayakan pada komoditas dengan modal yang dikeluarkan ujungnya adalah keuntungan. Prestasi tim mendatangkan keuntungan. Pemodal adalah pemilik klub yang bertindak sebagai penggerak aktivitas dengan tujuan akhirnya adalah harga yang ditentukannya (keuntungan) (Lekacham, Loon, 2008).
Sepak bola adalah pasar yang dapat dikreasikan berupa pertandingan, kontrak sponsor, kontrak pemain, bagian pemain bintang pada sponsor, penjualan pernak-pernik sepak bola, terutama adalah jersey. Semuanya merupakan sumber keuntungan.
Di lain sisi, permasalahan persepakbolaan merupakan fakta ontologis yang akan memancing upaya epistemologis untuk menemukan ketepatan dan kebenaran solusi yang dibuat untuk kemudian diantarkan kepada tujuan hakiki dari keberadaan sepak bola.
Sederhananya, sepak bola adalah soal bagaimana cara menang, bagaimana cara tidak kalah dalam pertandingan dan bagaimana memenangkan kompetisi.
Tujuan bermain sepak bola adalah kemenangan tim dan pencapaian individual. Dua aspek yang selalu ditemui dalam sepak bola. Bermain bagus dan atraktif tapi tidak berhasil memenangkan pertandingan pun tidak sempurna.