Antv – Sepak bola adalah olah raga paling populer di jagat ini. Massa sepakbola secara eksponensial tidak tertandingi oleh massa olah raga lain. Demikian pula di Indonesia. Saking kuatnya pengaruh sepak bola pada masyarakat, kultus individu hebat sepak bola seperti Diego Armando Maradona, Pele terjadi dan barangkali Lionel Messi menyusul.
Di level kolektif, fanatisme penggemar sepakbola demikian kuat. Saking kuatnya, fanatisme dapat menjadi tidak rasional dengan akibat yang tidak terbayangkan. Seakan fanatisme pada tim sepak bola menihilkan persaudaraan sebangsa dan setanah air. Permusuhan menjadi absurd, amat berbahaya dan membahayakan siapapun. Ini adalah fakta sosiologis yang telah banyak diupayakan oleh insan sepak bola untuk diredam dan didinginkan.
Dengan faktor eksponensial yang infinitif, sepak bola memiliki “pasar” atau captive market yang menggiurkan. Besar. Teramat besar.
Hampir semua kota atau daerah memiliki kesebelasan. Ada banyak klub yang memiliki jutaan penggemar fanatik. Ada Persija, Persib Bandung, PSIS Semarang, Persebaya Surabaya, Arema Malang, PSM Makassar, PSMS Medan, Persipura Jayapura untuk menyebut beberapa tim sepak bola dengan penggemar terbanyak di Indonesia.
Sepak bola, di banyak tempat, demikian pula di Indonesia, dikemas dalam industri. Pengelolaan sepak bola sebagai industri yang berdimensi banyak dan luas. Klub sepak bola berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT). Kompetisi dikelola oleh badan hukum PT pula. Kontrak pemain, asosiasi pengelola sepak bola, profesionalisme wasit, pernak-pernik bisnis ikutan atau merchandise, hak siar, tiket satuan maupun terusan.
Dari semua itu, yang paling pokok adalah sepak bola itu sendiri yang memberhasilkan semua hal yang ada di sekelilingnya.
Untuk itu, otoritas dibutuhkan, yakni Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).
Sebagai organisasi modern, Statuta PSSI Pasal 24 membagi kekuasaan ke dalam struktur Kongres, Komite Eksekutif, Sekjen, Komite Independen dan Badan Yudisial. Ketiganya memiliki kewenangan dan tugas yang berbeda.
Kongres adalah organ tertinggi dalam organisasi yang berwenang untuk mengambil keputusan penting terkait dengan urusan sepak bola dan keorganisasian.
Komite Eksekutif adalah pelaksana yang mendapatkan mandat berdasarkan hasil pemilihan.
Komite Independen merupakan organ yang membantu Komite Eksekutif.
Sekretariat Jenderal merupakan administrator.
Badan Yudisial adalah lembaga yudikatif yang mengawal pelaksanaan segenap ketentuan hukum yang terkait dengan sepak bola dan keolahragaan.
Momen Kongres Luar Biasa (KLB) menjadi katalisator dan dinamisator organisasi PSSI untuk memajukan sepak bola Indonesia di level nasional dan internasional. Kontestasi pasti akan memamerkan keunggulan dari tawaran masing-masing calon pemimpin.
Tawaran itu merupakan ideologi dari yang para calon pemimpin untuk mengelola dan memimpin organisasi sepak bola untuk masa jabatan yang dimaksud.
Kata ideologi berasal dari kata idea yang berarti gagasan, pikiran, cita-cita, sedangkan logos berarti ilmu. Bila digabungkan kata ideologi berarti adalah ilmu pengetahuan tentang gagasan, pikiran dan cita-cita.
Ide, pikiran atau cita-cita yang ditawarkan harus dicermati dalam ranah keilmuan. Ideologi adalah konsep, sekaligus mengimplikasikan pemeranan dari yang memaparkannya (John Levi Martin, 2015).
Calon pemimpin yang menawarkan ideologi adalah orang yang menjanjikan untuk melaksanakannya.
Logos yang dimaksud adalah politik sepak bola, yakni segenap kebijakan yang meliputi kepentingan pembangunan infrastruktur, sistem, pembangunan hukum kesepakbolaan, pengelolaan persepakbolaan serta pencapaian target persepakbolaan dalam segi prestasi dan penyelenggaraan kejuaraan.
Mengadaptasi Mahfud MD (2009), politik sepak bola adalah segenap proses pembuatan kebijakan persepakbolaan yang diarahkan pencapaian prestasi dan pengelolaan yang berkesinambungan berdasarkan sistem, ketentuan hukum, program kerja dengan kontrol pada monitoring dan evaluasi.
Dalam konteks ini, sepak bola merupakan objek mayor dimana politik yang diartikan sebagai kebijakan yang dibutuhkan untuk mengelola dan memajukan sepak bola dibuat dan dirumuskan. Logos itu menjadi ukuran ketepatan ide, pikiran atau cita-cita untuk memajukan, mencerahkan sepak bola, menjuarai kompetisi internasional dan seterusnya. Ideologi ini yang dipamerkan para calon pemimpin PSSI.
Sejatinya, ada banyak permasalahan dan tantangan di bumi sepak bola Indonesia. Semua itu menjadi alasan mengapa seseorang mengajukan dirinya sebagai pemimpin dalam organisasi PSSI.
Seseorang dipilih menjadi pemimpin lantaran tawaran politik sepak bola nya yang dianggap sesuai dengan kebutuhan untuk memajukan sepak bola Indonesia.
Seseorang dipilih karena mampu memperlihatkan kejelasan cita-citanya untuk memajukan sepak bola Indonesia dengan program kerja yang dirumuskan secara bertahap dan strategis dan kesanggupan untuk melaksanakannya.
KLB merupakan panggung bagi calon pemimpin PSSI dan forum untuk mendapatkan kelayakan dan keterpilihan.
Meminjam istilah Hans Morgenthau, politik tinggi merupakan suatu keniscayaan untuk memasarkan kelayakan dan keterpilihan seorang calon pemimpin melalui strategi cerdas untuk menampilkan kekuatan tanpa mengacaukan sistem pemilihannya (Michael C. Williams, 2004).
Hanya melalui proses politik tersebut seorang pemimpin muncul, dengan mengikuti pandangan Weber dan Machiavelli adalah relasi antara sarana dan tujuan dan dalam pertanyaan khusus mengenai seberapa jauh tujuan bagus dikawal dengan sanksi (Manuel Knoll, 2019).
Aspek prosedural dan substansial tidak terpisahkan untuk menjadi horizon dalam pembuatan aturan dan penegakannya; perumusan kebijakan dan eksekusinya; penganggaran dan penggunaan dan yang semacam itu. Selamat berkontestasi.
(Ba'da Jum'at, Kampus UI Depok, 03 Februari 2023)
Penulis: DR. Adiwarman, Pengamat Sepak Bola dan Dosen UI, Alumni FHUI
Goresan Politik Sepak Bola
Jumat, 3 Februari 2023 - 16:56 WIB