Antv – Tulisan di atas saya buat setelah menonton wawancaranya dengan karib saya Yusuf Ibrahim di account youtube Lensor Podcast. Sungguh menarik cara bicara dan berpikir perempuan pemegang gelar program Master FIFA dari 3 Universitas di Eropa, dalam major Sport Humaniora, Sport Management, dan Sport Law.
Ratu Tisha Destria, nama ini begitu kuat dalam jagat sepak bola Indonesia. Perempuan muda luar biasa dengan pencapaian hebat pada dunia yang amat dicintainya, sepak bola. Kata cinta yang diucapkan Tisha adalah kata cinta yang aktif, positif, dengan segala kualitas emosional, kapasitas intelektual dan kerja kerasnya pada dunia sepak bola.
Cinta berpaduan dengan kesungguhan. Kesungguhan cintanya tampak pada dua hal besar. Ia berhasil mendatangkan pelatih Korea Selatan di Piala Dunia 2018, Shin Tae yong untuk membesut tim nasional Indonesia senior, dan U-20. Kedua, keberhasilan Indonesia dipilih oleh Fédération Internationale de Football Association (FIFA) menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Modal kemampuan lobi dan jaringan Tisha yang mewujudkan dua hal itu.
Terakhir, Tisha menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Jabatan tinggi. Secara organisatoris, jabatan Sekjen adalah jabatan yang menentukan bergeraknya organisasi. Maju mundurnya organisasi berada di tangannya. Segala hal teknis berada dalam kewenangannya. Di usia yang teramat muda, Tisha berada di level setinggi itu di organisasi terbesar di Indonesia. Sayangnya, ia mengundurkan diri pada 13 April 2020 sebagai Sekjen PSSI yang diembannya sejak Juli 2017. Ada kehilangan besar pada PSSI. Hilangnya sosok muda, energik, penuh semangat dan cerdas serta santun di ruang depan publik dan dapur organisasi sepak bola Indonesia.
Lingkup “bermainnya” Tisha tidak hanya di wilayah nasional, tetapi juga di internasional. Sampai hari ini. Tisha adalah Wakil Presiden ASEAN Football Association (AFF)! Jabatan penting itu dipegangnya hingga tahun 2023 ini. Pengakuan terhadap perempuan muda ini berdasarkan prinsip meritokrasi, prestasi dan pencapaian dirinyalah yang membawanya pada jabatan di level regional. Suatu hal yang menguntungkan bagi PSSI berkenaan dengan kepentingan di kawasan ASEAN.
Tisha mengingatkan pada sejarah awal negara ini. Orang-orang muda memegang posisi penting dalam negara. Tisha adalah perempuan hebat yang langka. Ia pemegang gelar akademik di bidang sepak bola, Master of Art di tahun 2013 setelah menyisihkan ribuan pelamar lainnya dari berbagai negara. pencapaian akademiknya pun tidak main-main. Ia berada di peringkat 7 dari 28 peserta program master tersebut! Seakan segala akselerasi dalam hidupnya dapat ia lakukan.
Kini ia memutuskan kembali ke dunia sepak bola yang amat dicintainya. Tisha memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai Wakil Ketua Umum PSSI. Keputusan seorang yang memiliki pandangan kukuh pada dirinya serta mengetahui betul apa yang akan dilakukannya. Suatu kematangan emosional dengan kecerdasan anak muda dengan simpanan ide, pikiran, terobosan yang dapat meledakkan simpul-simpul kuat persoalan sepak bola. Sepak bola Indonesia membutuhkan Tisha. Tisha membutuhkan sepak bola untuk pengabdian. Saat yang tepat Tisha datang kembali ke “rumah sepak bola” melalui pintu pemilihan Wakil Ketua Umum.
Pemilihan di PSSI unik. Calon ketua dan wakilnya tidak sepaket. Artinya para pemilik suara akan melakukan pemilihan dua kali. Apa arti dari cara ini? Apa keuntungan dari cara pemilihan yang demikian? Visi dan misi seorang calon dalam mempromosikan dirinya merupakan aspek utama untuk menilai kelayakannya memimpin.
Tisha, jika menggunakan pendekatan filsafat, adalah seorang yang amat paham wilayah ontologis persepakbolaan Indonesia. Ia mantan Sekjen, eksekutor utama dari segenap keputusan, kebijakan Ketua Umum. Statuta PSSI adalah rambu bagi Tisha melaksanakan tugasnya. Dengan jabatan terakhirnya di PSSI, Tisha paham segenap persoalan sepak bola Indonesia. Dengan pengetahuan dan pengalamannya mengurus sepak bola, maka level berikutnya adalah sistem berpikirnya (epistemologi) dengan segala kemampuan akademik, pengalaman, bahkan intuisinya dipergunakannya.
Tisha, seorang sarjana Matematika ITB (Istitut Teknologi Bandung) dapat mengoptimalkan ilmunya untuk menyusun kerangka program kerja yang sistematik, menggunakan pendekatan keilmuan, mengaktifkan monitoring dan evaluasi untuk pencapaian tujuan.
Tulisan di atas saya buat setelah menonton wawancaranya dengan karib saya Yusuf Ibrahim di account youtube Lensor Podcast. Sungguh menarik cara bicara dan berpikir perempuan pemegang gelar program Master FIFA dari 3 Universitas di Eropa, dalam major Sport Humaniora, Sport Management, dan Sport Law.
PSSI butuh orang muda seperti Ratu Tisha dan memberikannya kesempatan yang luas untuk berkiprah demi nama besar sepak bola nasional di kancah global.
Penulis: DR. Adiwarman, S.Sos., S.H., M.H., - Pengamat Sepak Bola dan Dosen, Alumni FH UI.
Ratu Tisha, Sang Master FIFA yang Perlu Dilirik Siapapun Pria yang Mengurus Sepak Bola
Senin, 30 Januari 2023 - 15:44 WIB