Praktis trio gelandang Prancis - Antoine Griezmann, Andrian Rabiot, Auralien Tchouameni - tak berkutik kalah telak. Apalagi tak ada bantuan dari dua bek sayap Theo Hernandez dan Jules Kounde, yang sibuk menjaga daerahnya.
Itulah penyebab trio serang Prancis - Mbappe, Olivier Giroud, Ousmane Dembele - cuma bisa lari-lari kosong, tak pernah dapat umpan manis. Data mencatat di babak pertama, Prancis tak ada satu pun shot on target maupun shot off target. Itu parah banget.
Setelah Argentina unggul 2-0, Didier Deschamps, baru sadar. Dia menarik Giroud dan Dembele, masuk dua gelandang sayap, Marcus Thuram dan Randal Kolo Muani. Deschamps ingin merebut lini tengah dengan lima pemain, menempatkan Mbappe sendirian di depan.
Taktik Deschamps sedikit berjalan tapi belum menghimbangi dominasi Argentina. Di menit ke- 71, Deschamps menarik Griezmann dan Hernandez, masik tenaga muda Kingsley Coman dan Eduardo Camavinga. Prancis berubah, bisa merebut lini tengah, mulai total menyerang Pelatih Argentina, Lionel Sebastian Scolani, terlambat sadar. Dia terlalu pelit mengganti pemain. Hanya mengganti Di Maria dengan Marcos Acuna. Sementara lawan sudah memasukan empat pemain fresh. Dan Scolani menerima ganjaran, Mbappe mencetak dua gol balasan, menit 80 dan 81.
Plot drama berbalik. Selama skor 2-2, pendukung Argentina menjadi pesakitan dan tersiksa. Sebaliknya pendukung Prancis, termasuk Presiden Emmanuel Macron, yang tadinya muram, sontak bersorak riang. Tak menduga Prancis bisa membalas.
Memasuki perpanjangan waktu, Scolani tak mau berbuat salah lagi. Dia memasukan lima pemain fresh: Gonzalo Montiel, Leandro Pardes, Lautaro Martinez, German Pezella, dan Paulo Dybala.
Keputusan Scolani tepat. Pendukung Argentina kembali histeria menyambut gol Messi di menit ke 108. Tapi 10 menit kemudian kembali terdiam, giliran pendukung Prancis jingkrak-jingkrak menyambut gol tendangan pinalti Mbappe.