Antv – Mantan ketua panitia pelaksana (panpel) Arema FC Abdul Haris angkat bicara soal adanya tanda sinyalemen bahwa Tragedi Kanjuruhan merupakan buah dari sebuah konspirasi yang amat rapi. Namun, Haris mengaku belum berpikir sejauh itu.
"Kami belum mengarah ke sana," ucap Abdul Haris.
Sebelumnya muncul sejumlah pertanda bahwa ada konspirasi besar di balik Tragedi Kanjuruhan. Indikasi tersebut muncul akibat adanya sejumlah kejanggalan dalam tragedi yang memilukan hingga merenggut korban jiwa tersebut.
Hal itu diungkap oleh Penasihat Ahli Kapolri, Irjen Pol (purn) Aryanto Sutadi. Ia menyebut ada aktor intelektual di balik tragedi ini. Ia menjadi salah satu pihak yang menyebut ada skenario di balik Tragedi Kanjuruhan.
Kendati tak mau terang-terangan mengakui adanya konspirasi di balik Tragedi Kanjuruhan, Haris menyebut ada sejumlah hal yang mengundang pertanyaannya. Salah satunya adalah jauhnya selisih korban gas air mata kali ini dengan yang pernah terjadi pada 2018 lalu.
"Ini yang jadi pertanyaan di otak saya. Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Apakah gas air mata kali ini beracun? Apakah gas air mata ini sudah kedaluwarsa?" tukas Haris.
"Selain itu, kenapa gas air mata ini ditembakkan ke tribune 12 dan 13, bukan ke tengah lapangan?" sambungnya.
Lebih lanjut, Haris merumuskan semua pertanyaan-pertanyaan tadi menjadi sebuah pertanyaan besar. Ia bertanya-tanya, apakah semua hal tadi disengaja ataukah merupakan buah kelalaian semata.
"Akhirnya, semua kena akibatnya," kata Haris.
"Pintu, tangga, dan semuanya jadi tertuduh. Kasihan kan semuanya jadi tersangka dan tertuduh," ia menambahkan.
Haris berharap agar masalah ini bisa diusut tuntas sampai ke akar-akarnya. Karenanya, ia bersikeras agar jenazah korban bisa diautopsi untuk mencari penyebab kematian mereka.
"Jadi bisa diketahui apakah korban meninggal karena gas air mata, terhimpit, atau hal lain. Kami berharap ini bisa dipastikan agar kita bisa mengusut secara tuntas," tegas Haris.
"Selain itu, kita harus pastikan apakah jenis gas air mata yang digunakan dan apa saja kandungannya," sambungnya.
Sebagai informasi, Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan menyatakan, penggunaan gas air mata kedaluwarsa oleh polisi adalah pelanggaran. Sebab, gas air mata itu akhirnya menyebabkan kematian terhadap ratusan jiwa.
"Tentu itu adalah penyimpangan (penggunaan gas air mata kadaluwarsa, red). Tentu itu adalah pelanggaran karena gas air mata itu (mematikan, red)," kata Anggota TGIPF Rhenald Kasali di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa 11 Oktober 2022.
Menurut dia, pemahaman itu berdasarkan kejadian penggunaan gas air mata, pada tahun 2018 silam.
"Yang terjadi adalah justru mematikan. Jadi ini tentu harus diperbaiki," ujar Rhenald.