Ia menegaskan langkah memberikan satu alokasi disiplin untuk tuan rumah harus dilakukan IFSC untuk memberi kesempatan bagi semua negara terlibat menyelenggarakan World Cup. Hal ini dilakukan sebagai langkah sosialisasi agar sport climbing lebih dikenal di seluruh benua.
“Kami butuh lebih mengenalkan sport climbing ke semua kontinental. Pembinaan sport climbing di Eropa sudah terbentuk, disusul Asia. Oseania, Afrika, dan Amerika masih terlalu sedikit,” tutur Marco.
“Ini perlu kami lakukan agar lebih banyak yang terlibat. Olimpiade 2020 Tokyo, sport climbing mempertandingkan dua nomor kombinasi (speed, lead, bouldering) putra dan putri. Olimpiade Paris 2024 akan mempertandingkan empat nomor, speed serta kombinasi lead dan boldering. Kami sudah masuk sport program Olimpiade Los Angeles 2028 dan kini target kami adalah dipertandingkannya enam nomor, yaitu speed, lead, dan bouldering,” paparnya.
Okto mengapresiasi langkah IFSC untuk menyosialisasikan sport climbing. Apalagi, permintaan agar Indonesia tetap menjadi tuan rumah World Cup langsung disanggupi oleh Marco. Sebagai informasi, World Cup 2023 Series Jakarta rencananya akan menjadi tur ketiga dan akan diselenggarakan pada 6-7 Mei.
“Terkait Climbing World Cup 2022, saya pribadi bangga karena FPTI bisa menyelenggarakannya. Apalagi sebagai pengalaman pertama. First experience itu pasti sulit dilupakan, tapi gak pernah sempurna. Dari situ bisa belajar, diperbaiki lagi di semua lini bisa baik lagi dari terbaik karena kini kita sudah pasti diberikan kepercayaan lagi untuk tahun depan,” ujar Okto.
“Dengan banyaknya sport climbing di Indonesia dan kualitas atlet yang kita miliki, saya optimistis Indonesia bisa mendapat medali emas di Olimpiade Paris. Saya suka semangat Marco yang ingin mendorong agar sport climbing ini bisa merata, tak sekadar didominasi satu benua saja.”tandasnya.