"Film ini menceritakan suami istri penjual jamu kesuburan, tapi justru mereka ini belum memiliki keturunan. Nah pasti akan ada cocote tonggo atau jadi bahan omongan tetangga, ini yang seru dan related dengan kehidupan bertetangga lalu kita bawa ke dalam film," ujarnya dalam jumpa pers di Sumber, Solo, Sabtu (31/8/2024).
Selain itu, ia memiliki alasan kuat memilih Kota Solo sebagai latar cerita.
Yakni berkat kekentalan budaya Jawa yang menjadi ciri khas, di antaranya dialek bahasanya hingga tradisi ramuan jamu kesuburan.
Bahasa Jawa Mataraman (Solo) disebutnya menjadi tantangan tersendiri bagi para aktor Cocote Tonggo.
Apalagi bahasa di Solo berbeda dengan bahasa di Yogyakarta, Semarang atau bahkan di kota-kota Jawa Timur.
"Itulah tantangannya bagi kami, di sini (aktor) berasal dari berbagai daerah campuran, Jakarta, Semarang, Malang, Yogyakarta semuanya belajar dialek Solo. Tapi alur film komposisinya tetap 60 persen bahasa Jawa, 40 persen bahasa Indonesia," ucap sineas Yowis Ben tersebut.
Tantangan juga dirasakan oleh Dennis dan Ayusitha sebagai pasangan pemeran utama dalam film.