Antv – Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jawa Barat, Syaefurrochman telah mengajukan permohonan Uji Materiil Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran kepada Mahkamah Konstitusi.
Syaefurrochman melalui kuasanya, M.Z. Al-Faqih SH., Moh. Agung Wiyono SH, Mochamad Adhi Tiawarman, SH (Advokat dari Kantor Advokat M.Z. Al-Faqih & Partners) dan Ichsanty SH (peneliti hukum dari Kantor Advokat M.Z. Al-Faqih & Partners) dalam permohonannya telah meminta agar masa jabatan KPI disamakan dengan dengan masa jabatan anggota komisi negara lainnya seperti KPK, KPAI, KPPU, Ombudsman, Komnas HAM, LPSK, Bawaslu RI, dan OJK.
Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad) yang juga pakar radio komunitas, Prof. Dr. Dian Wardiana Sjuchro, M.Si mendukung agar masa jabatan KPI diperpanjang dan disamakan dengan komisi negara lain seperti KPK dan KPU
“Sejak awal, masa jabatan 3 tahun memang bermasalah, tapi angka itu yang diadopsi UU Penyiaran. Dalam perkembangannya, sering diprotes komisioner, tapi semua menunggu revisi UU Penyiaran yang tak pernah ada. Seharusnya, samakan saja dengan lembaga negara independen sejenis (KPU, KPK),” ujar Dian.
Dian mengemukakan alasan perlunya masa jabatan KPI diperpanjang dari 3 (tiga) tahun menjadi 5 (lima) tahun.
“Komisioner yang baru terpilih, tahun pertama belajar dari pengalaman komisioner yang lalu. Tahun kedua digunakan untuk inventarisasi masalah. Tahun ketiga mulai kerja tiba-tiba sudah berakhir. Secara manajerial, 3 tahun tak cukup untuk melakukan pekerjaan secara optimal,” tegas Dian.
Selain Dian, Guru Besar Universitas Hasanudin (Unhas) Makassar Prof. Dr. Judhariksawan S.H., M.H, juga mendukung perpanjangan masa jabatan KPI agar Komisioner KPI bekerja lebih efektif.
Judha mengungkapkan, dasar pemikiran perpanjangan masa jabatan KPI menurutnya jelas, tidak hanya karena menimbulkan perbedaan perlakuan sebagai lembaga negara, masa jabatan yang singkat secara faktual berdampak pada efisiensi anggaran negara dan daerah untuk proses rekrutmen.
“Selain itu, masa jabatan yang singkat mempengaruhi efektifitas pelaksanaan tugas dan kewajiban komisioner, terutama karena metode pengisian jabatan dilakukan dengan model pemilihan melalui mekanisme politik (DPR) yang diwarnai oleh kontestasi diantara komisioner yang membutuhkan masa adaptasi agar roda organisasi berjalan dengan baik. Ironinya, seringkali sistem yang baru terbangun dengan baik kemudian terganggu karena komisioner harus segera berganti.” pungkasnya.