Antv – Deddy Sitorus dari partai PDIP berpendapat bahwa jika pelantikan kepala daerah yang menang dalam Pilkada serentak 2024 dilakukan secara bersamaan, hal itu bisa membuat semuanya lebih efisien dan efektif. Menurutnya, kebijakan ini bisa menghemat uang dari APBN dan juga APBD daerah.
“Jadi dari faktor efisiensi dan efektivitas, why not,” kata Deddy di Jakarta, Rabu (23/8/2023).
Menurutnya, dia setuju untuk mengubah jadwal pemilihan kepala daerah agar pada Januari 2025 tidak ada lagi posisi kepala daerah yang kosong, dan semua kepala daerah yang terpilih sudah mulai bekerja paling lambat Januari 2025.
Deddy juga mengatakan bahwa dengan melantik kepala daerah terpilih secara bersamaan, Presiden bisa langsung berbicara tentang rencana pemerintah pusat kepada kepala daerah yang baru.
Oleh karena itu, dia mendukung pembuatan peraturan baru yang mengatur tentang hal ini, karena dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, hal seperti ini belum diatur.
“Itu bisa turunan dari UU. Pelantikan itu prosesi, kalau menurut saya, tetapi kan masa jabatan sudah ditentukan,” jelasnya.
Deddy menjelaskan bahwa agar proses pelantikan serentak ini memiliki dasar hukum yang kuat, caranya tidak disebutkan dalam aturan resmi.
Sebagai gantinya, kebijakan ini bisa dijalankan melalui peraturan pemerintah khusus atau keputusan langsung dari presiden.
“Sekarang kan semangatnya apa dulu? Itu juga tidak dilarang juga toh,” ucap Deddy yang duduk di Komisi VI DPR ini.
Oleh karena itu, dia menyarankan untuk bertanya pada lembaga peradilan lain seperti Mahkamah Agung (MA) agar mendapatkan penjelasan lebih lanjut tentang dasar hukumnya. Dia menyadari bahwa dia bukan seorang ahli dalam hukum negara.
“Tapi kalau untuk alasan pelaksanaan efisiensi dan efektivitas saya kira tidak ada persoalan dan menurut saya itu tidak harus dalam ranah UU,” tuturnya.
Berdasarkan informasi yang didapat dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2024 akan dilakukan di 541 daerah yang terdiri dari 33 provinsi, 415 kabupaten dan 93 kota, kecuali 5 kota administrasi di DKI Jakarta.
Sebagai pilkada serentak yang pertama kali dilakukan dalam sejarah, jumlah peserta dalam kontestasi ini menjadi yang terbanyak dari pilkada sebelumnya, yaitu Pilkada 2020 yang diikuti oleh 270 daerah, Pilkada 2018 yang diikuti oleh 171 daerah, Pilkada 2017 yang diikuti 101 daerah dan Pilkada 2015 yang diikuti oleh 269 daerah.
Namun, dalam keterangan yang sama pilkada serentak ini nyatanya memiliki beberapa ancaman yang serupa, seperti tingkat keamanan yang lebih rendah dibandingkan dengan Pilkada sebelumnya karena masing-masing daerah harus mengamankan daerah sendiri.
Sebelumnya, daerah yang sedang melaksanakan Pilkada memiliki keuntungan dibantu oleh daerah yang sedang tidak melaksanakan pilkada.
Karena itulah, tiap wilayah perlu membuat peta awal untuk menghindari timbulnya potensi masalah keamanan.